PEKANBARU, lintasbarometer.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan berkas perkara dugaan pemberian hadiah atau janji terkait pengesahan R-APBDP 2014 dan R-APBD 2015 Provinsi Riau dengan tersangka Annas Maamun lengkap atau P-21. Eks Gubernur Riau itu akan segera disidangkan.
Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, penyidik sudah merampungkan penyidikan terhadap pria berusia 82 tahun itu. “Seluruh kelengkapan isi perkara dinyatakan lengkap,” ujar Ali Fikri, Selasa (19/4/2022).
Penyidik, kata Ali Fikri, telah melakukan proses tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum.
“Penyerahan Tersangka dan barang bukti untuk perkara tersangma AM dari Tim Penyidik kepada Tim Jaksa KPK dilakukan Senin (18/4/2022),” kata Ali Fikri.
Saat ini, politisi gaek yang pindah dari Partai Golkar ke Partai NasDem itu masih ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Kavling C1. Penahanan masih dilakukan untuk waktu 20 hari sampai tanggal 7 Mei 2022.
“Tim Jaksa dalam waktu 14 hari kerja dipastikan segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor. Persidangan diagendakan akan dilaksanakan di Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru,” jelas Ali Fikri.
Gubernur Riau periode 2014-2019 iti mulai ditahan pada 30 Maret 2022. Sebelum ditahan, penyidik KPK melakukan pemanggilan paksa dengan menjemput Annas Maamun di rumahnya di Pekanbaru dan setelah cek kesehatan, langsung dibawa ke Jakarta.
Perintah membawa tersebut dilakukan karena KPK menilai Annas Maamun tidak koperatif untuk hadir memenuhi panggilan tim penyidik KPK. Padahal pemanggilan telah dilakukan secara patut dan sah.
Annas Maamun juga sempat akan melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 Maret 2022 dengan nomor perkara 21/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL Annas Maamun sebagai pemohon dengan termohon KPK cq Pimpinan KPK. Belakangan, permohonan tersebut dicabut.
Untuk diketahui, konstruksi perkara yang menjerat Annas Maamun berawal ketika selaku Gubernur Riau, ia mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 kepada Ketua DPRD Provinsi Riau yang saat itu dijabat oleh Johar Firdaus.
“Dalam usulan yang diajukan oleh tersangka AM tersebut ada beberapa item terkait alokasi anggaran yang diubah. Di antaranya mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni yang awalnya menjadi proyek di Dinas Pekerjaan Umum diubah menjadi proyek yang dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD),” jelas Ali Fikri.
Karena usulan anggaran ini tidak ditemukan kesepakatan dengan pihak DPRD sehingga Annas Maamun diduga menawarkan sejumlah uang dan adanya fasilitas lain berupa pinjaman kendaraan dinas bagi seluruh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 sampai 2014 agar usulannya tersebut dapat disetujui.
Atas tawaran dimaksud, Johar Firdaus bersama seluruh anggota DPRD kemudian menyetujui usulan Annas Maamun. Selanjutnya atas persetujuan dari Johar Firdaus mewakili anggota DPRD, sekitar September 2014, Annas Maamun merealisasikan janjinya dengan memberikan sejumlah uang melalui beberapa perwakilan anggota DPRD dengan jumlah sekitar Rp900 juta.
Atas perbuatannya, Annas Maamun sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan anggota DPRD sekaligus mantan Bupati Rohul Suparman dan mantan Ketua DPRD Riau Johar Firdaus sebagai tersangka. Keduanya telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah selesai menjalani masa hukuman. (Clh/lbr)