PEKANBARU, lintasbarometer.com
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyisakan 14 buronan yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Buronan tersebut masih diburu, dan diharapkan bisa ditangkap secepatnya.
“Kemarin kalau tidak salah 15 (buronan), tertangkap 1. Tinggal 14 lagi,” ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, di Pekanbaru, Jumat (10/12/2021).
Sebagian besar dari 14 orang buronan itu terlibat kasus korupsi. Satu di antara buronan kasus korupsi itu diketahui sudah melarikan diri ke luar negeri.
Untuk buronan di dalam negeri, masih dalam pendeteksian Kejati dan jajaran. Kejati Riau juga bekerja sama dengan kepolisian agar bisa menangkapnya.
Raharjo menyebut, beberapa orang dari mereka, sudah ada yang berhasil dideteksi keberadaannya. Mereka semua kabur ke luar Provinsi Riau. Keterbatasan anggaran jadi kendala untuk menangkap buronan tersebut.
Menurut Raharjo, dalam satu tahun, Kejati Riau hanya mendapat anggaran untuk tiga kegiatan. “Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, hanya itulah yang bisa kita tangkap dalam hal ini. Karena terus terang keberadaan mereka ini di luar wilayah Provinsi Riau semuanya,” beber Raharjo.
Sementara untuk buronan di luar negeri, Kejati Riau melaporkan ke Kejaksaaan Agung (Kejagung). “Yang pelarian ke luar negeri sudah kami laporkan ke JAM Intel (Jaksa Muda Intelijen, red),” kata Raharjo.
Dalam melakukan kegiatan pencarian buronan di luar negeri, JAM Intelijen akan membangun kerjasama dengan pemerintah negara, yang disinyalir sebagai tempat keberadaan pelaku.
Pola kerjasama diatur dalam Mutual Legal Assistance (MLA) antar kedua negara. Raharjo memberi sinyal, buronan yang dimaksud berada di negara Singapura dan sudah berstatus terpidana.
“Jadi bekerjasama dengan Pemerintah Singapura. Inilah kewenangan Bapak JAM Intel untuk mendeteksi di mana keberadaan salah satu terpidana di wilayah Provinsi Riau,” ungkap Raharjo.
Disinggung apakah buronan yang berada di Singapura itu adalah Nader Thaher, Raharjo enggan menanggapi. “Saya tidak mengatakan demikian loh ya, saya tidak mengatakan demikian. Jadi ada salah satu keberadaan terpidana di luar negeri, itu saja,” ucap Raharjo.
Nader Thaher merupakan mantan Presiden Direktur PT Siak Zamrud Pusaka (SZP). Ia merupakan terpidana kasus kredit macet Bank Mandiri yang merugikan negara Rp 35,9 miliar.
Dalam amar putusan Mahkamah Agung (MA) pada 24 Juni 2006, Nader dihukum 14 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Ia juga harus membayar uang pengganti Rp 35,97 miliar atau subsidair 3 tahun penjara.
DPO Nader pernah dirilis oleh Kejagung pada 2006 silam. Terpidana punya ciri-ciri tinggi badan kurang lebih 160 cm, warna kulit sawo matang serta bentuk muka lonjong. (Clh/ lbr)