JAKARTA, lintasbarometer.com
Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Polri sukses membongkar sejumlah kasus besar penyelundupan narkoba. Prestasi luar biasa ini dipandang layak menerima penghargaan sekaligus menjadi motivator jajaran Polri lainnya.
Tak hanya pantas menerima apresiasi dari pimpinan Polri, Satgasus Merah Putih yang dalam dua pekan berhasil mengungkap penyelundupan 1,2 ton sabu sejak pertengahan Mei hingga awal Juni 2020 dinilai Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan juga pantas menerima penghargaan dari masyarakat. Lemkapi tegas Edi juga akan memberikan penghargaan terhadap Satgasus yang kini dikepalai Brigjen Pol Ferdy Sambo itu.
“Kita harapkan tim ini akan terus menjadi motivator untuk seluruh jajaran Polri lainnya. Sangat layak seluruh personel di dalamnya mendapat apresiasi. Kami yakin Kapolri sudah memikirkannya. Sekarang kita dari masyarakat juga akan memberi apresiasi dan terima kasih atas kinerjanya,” ujar mantan komisioner Kompolnas ini, Selasa (16/6/2020).
Seperti diketahui, Satgasus Merah Putih yang dipimpin Kombes Pol Herry Heryawan pada 4 Juni lalu kembali berhasil mengungkap peredaran sabu jaringan Iran di Sukabumi, Jawa Barat. Lima pelaku diamankan dengan barang bukti 402 kilogram narkotika jenis sabu.
Pengungkapan kasus besar bukan sekali ini dilakukan Satgasus Merah Putih. Sepanjang 2020 setidaknya Satgasus Merah Putih berhasil menggagalkan peredaran lebih dari 1,6 ton sabu-sabu. Selain di Sukabumi, dua pengungkapan kasus besar narkoba lainnya pada tahun ini yang dilakukan Satgasus Polri yaitu 288 Kg sabu di Serpong, Tangerang, pada 30 Januari, dan 821 kg sabu di Banten pada 25 Mei.
“Kinerja Satgasus Merah Putih luar biasa dan banyak diapresiasi masyarakat. Satgasus telah menyelamatkan jutaan masyarakat Indonesia dari bahaya narkoba, sangat pantas diapresiasi. Publik banyak menyampaikan terima kasih kepada Bareskrim Polri,” tukas Edi.
Dalam kesempatan yang sama dia membeberkan kendala terbesar dalam pemberantasan narkoba, khususnya mencegah terjadinya penyelundupan adalah banyaknya pelabuhan-pelabuhan tikus yang tersebar di nusantara. “Bisa dibayangkan, seperti Anyer itu bagamaina cara menjaga pantai? Biasanya jaringan seperti itu transaksi di tengah laut kemudian ada kapal kecil yang mengantar ke pinggir,” kata Edi.
Persoalan lainnya disebutkanya adalah masih belum maksimalnya pengawasan di dalam Lapas ataupun Rutan. Faktanya masih banyak ditemukan penggunaan telepon genggam di dalam Lapas ataupun Rutan. “Kalau masih seperti ini, masih leluasa penghuni lapas, masih ada kolusi di antara petugas penjara termasuk di dalam memberikan fasilitas penggunaan HP. Ini akan sulit karena semua dilakukan menggunakan komunikasi, artinya harus ada, visi, misi, komitmen yang sama semua pihak agar ini betul-betul bisa diberantas habis,” pesan Edi. (SN/ Lbr)