JAKARTA, lintasbarometer.com
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dituntut hukuman pidana selama 10 tahun penjara dan denda Rp 19,1 miliar.
Dilansir dari Antara, Sabtu 13 Juni 2020, Imam dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi seperti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi setelah tidak dapat mempertanggungjawabkan anggaran Kemenpora sekira Rp 11 miliar.
“Menyatakan terdakwa Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” tutur JPU menegaskan, saat membacakan tuntutannya dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat, 12 Juni 2020.
“Dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama dan dakwaan kedua, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun serta pidana denda sejumlah Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan,” tegas JPU.
Tak hanya pidana dan denda yang dituntut oleh JPU kepada Imam. Terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 19,1 miliar dalam waktu satu bulan.
“Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terpidana disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terpidana tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 3 tahun,” tambah JPU menegaskan seperti yang dikutip oleh awak media.
Jaksa juga menuntut agar hak politik Imam Nahrawi dicabut selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.
Bahkan, JPU menyebut Imam terbukti menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar bersama asisten pribadinya Miftahul Ulum. Suap tersebut ditujukan untuk mempercepat proses dana hibah KONI pada 2018.
Imam juga dianggap terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 8,64 miliar bersama Ulum yang diterima dari berbagai sumber. Ulum ditugaskan sebagai perantara antara Imam dengan pemberi gratifikasi.
JPU KPK, Budhi Sarumpaet menyebut Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora 2015-2016 pernah melaporkan adanya kejanggalan temuan BPK sejumlah RP 6,94 miliar yang dipakai oleh Miftahul Ulum.
Temuan BPK tersebut berjumlah Rp 6.948.435.682 yang dikatakan dipergunakan untuk mendukung kegiatan operasional terdakwa selaku Menpora, dengan rincian Rp 4.94 miliar untuk tambahan operasional perjalanan dinas dan Rp 2 miliar untuk pembayaran keperluan rumah Imam Nahrawi yang diserahkan melalui Miftahul Ulum.
“Bahkan, terdakwa selaku Menpora cenderung acuh dan melakukan pembiaran terhadap perbuatan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi terdakwa. Hal ini bertolak belakang dengan pengakuan terdakwa di persidangan yang menyatakan telah menyampaikan kepada jajaran pegawai Kemenpora RI agar memberitahukannya jika ada pihak-pihak yang meminta sejumlah uang mengatasnamakan Imam Nahrawi,” kata Jaksa Budhi.
Dalam kasus ini, tidak hanya Imam Nahrawi, Miftahul Ulum juga dituntut 9 tahun penjara ditambah Rp 300 juta subsider 6 bulan kurangan karena dinilai terbukti menjadi operator lapangan aktif penerimaan suap dan gratifikasi.( ANT/ Lbr)