JAKARTA, lintasbarometer.com
Penangkapan Nurhadi seharusnya menjadi babak baru dalam memerangi praktik “mafia perkara” di Mahkamah Agung dan pengadilan di bawahnya. Syaratnya, proses hukum selanjutnya atas Nurhadi harus berjalan sungguh-sungguh dan tidak basa-basi.
Komisi Pemberantasan Korupsi mencokok Nurhadi setelah bekas Sekretaris MA ini menjadi buron selama hampir tiga bulan. Dia ditangkap bersama menantunya, Rezky Herbiyono,di Jakarta Selatan pada 1 Juni lalu. KPK telah menetapkan Nurhadi dan Rezky sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar plus sembilan lembar cek. Suap diberikan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, agar Nurhadi mengatur sejumlah perkara di MA pada 2016.HiendraSoenjotosaat ini masih buron.
Kasus Nurhadi ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan atas bekas pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Ariyanto Supeno, yang menyuap mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, pada April 2018. Kasus itu melibatkan pejabat pengadilan, swasta, dan korporasi besar. Dari situlah KPK mengendus sepak terjang Nurhadi, yang dua pekan sebelumnya diduga menerima suap dari Doddy. Suap diberikan agar Nurhadi mengatur permohonan peninjauan kembali PT AcrossAsia Limited, anak usaha Lippo Group. Nurhadijuga diduga menerimasuap pada 2010 dalam kasus perdata yang melibatkan PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara.
Penangkapan Nurhadi seharusnya menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar permainan jahat di MA. KekuasaanNurhadidalam mengatur berbagai perkara di MA diduga sangat besar. Dia disebut bisa mengintervensi pejabat di pengadilan terendah sampai hakim agung. Misalnya,Nurhadibisa meloloskan permohonan kasasi atau peninjauan kembali yang sebenarnya tidak memenuhi syarat formal.
Nurhadi juga disebut bisa mengatur perkara dari tingkat administrasi hingga menentukan komposisi majelis hakim yang akan mengeksekusi perkara. Pendeknya, kuasaNurhadidalam menentukan “hitam-putih” perkara sangatlah besar. Bisa dipastikan pula dia tak bekerja sendirian. Karena itulah, jaringan haram yang dikendalikan Nurhadi harus dibongkar.
Mereka yang membantuNurhadidalam pelarian juga seharusnya diusut. Mereka layak dijerat dengan pasal-pasalobstructionofjusticeatau merintangi proses hukum. Jangan lupa,Nurhadi,misalnya, pernah dikawal empat personel Brimob yang beberapa kali menghalangi sergapan petugas KPK. Para pengawal itu, serta atasan yang memerintahkan mereka, jangan dibiarkan lolos dari jangkauan hukum.
Keseriusan KPK juga seharusnya ditunjukkandengan mengembangkan perkara korupsi Nurhadi ke dugaan pencucian uang. Dasarnya sangat kuat, yakni profil kekayaan Nurhadi yang sangat tidak wajar dibanding statusnya sebagai Sekretaris MA. Media, misalnya, pernahmelaporkan tempat tinggal dan tetirah mewah milik Nurhadidi sejumlah lokasi, di Jakarta dan di luar kota.
Memang, dengan kondisi KPK seperti saat ini, kita sulit berharap bahwa lembaga tersebut akan membongkar jejaring mafia peradilan hingga tuntas. Tapi, paling tidak, penangkapan Nurhadi oleh tim pimpinan Novel Baswedan itu menunjukkan bahwa masih ada sekelompok penyidik yang berupaya menyelamatkan muruah lembanganya. (Tempo/ Lbr)