ACEH, lintasbarometer.com
Polisi mengungkap kasus uang palsu yang melibatkan seorang perangkat desa di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Uang palsu itu dicetak di salah kantor desa di Kecamatan Mentawa Baru, Ketapang.
“Ini masih kami dalami karena para tersangka mengaku mencetak 400 lembar. Salah satu tersangka adalah oknum perangkat desa,” kata Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Mohammad Rommel di Sampit, seperti dilansir Antara, Rabu (18/12/2019).
Pengungkapan ini merupakan pengembangan kasus dugaan peredaran uang palsu di area terminal eks Gedung Juang, Jalan Usman Harun, pada 10 Desember 2019 oleh Polsek Kawasan Pelabuhan Mentaya. Saat itu seorang penumpang berinisial YZII diketahui membawa uang kertas diduga palsu sebesar Rp 17 juta.
Rommel menjelaskan YZII merupakan saksi, bukan tersangka. YZII menerima uang palsu tersebut karena menerima pembayaran utang dari seseorang yang menyuruhnya mengambil uang itu kepada tersangka S. Namun uang itu ternyata palsu.
Resmob Polres Kotawaringin Timur lalu mendapat informasi mengenai asal dan jaringan pembuatan uang palsu tersebut. Akhirnya, tiga orang ditangkap dan dijadikan tersangka jaringan pembuatan dan peredaran uang palsu tersebut. Ketiganya berinisial S, DCC, dan H.
Polisi awalnya menangkap tersangka S di Jalan Delima 12, Sampit, pada Selasa (17/12) sekitar pukul 14.15 WIB. Kepada polisi, S mengaku membuat uang palsu itu bersama DCC. Polisi lantas menangkap DCC di rumahnya, Jalan Kopi.
Setelah diinterogasi, para pelaku mengaku mereka dibantu oleh seorang oknum perangkat desa. Sekitar pukul 15.30 WIB, Tim Resmob bersama anggota Polsek Kawasan Pelabuhan Mentaya berangkat menuju Desa Bapanggang Raya menangkap oknum perangkat desa berinisial H di rumahnya.
Polisi masih mengembangkan kasus ini, khususnya menelusuri peredaran uang palsu. Sebab, para tersangka mengaku sudah mencetak 400 lembar uang pecahan Rp 100 ribu.
Rommel meminta masyarakat mewaspadai peredaran uang palsu, terlebih menjelang Natal 2019 dan tahun baru 2020 ini peredaran uang meningkat. Jika ada menerima uang diduga palsu, warga diminta melaporkan ke polisi.
Sementara itu, H, yang juga dihadirkan dalam rilis kasus, mengakui uang palsu dicetak di kantor desa. “Saya di bagian pemerintahan. (Pencetakan) memang menggunakan komputer dan printer milik desa. Ya, di kantor desa,” kata tersangka H. (*)
sumber : aceh.com