Hukum Indonesia Mundur Apabila Pidana Terhadap Korporasi Hilang Dalam Omnibus Law

Nasional, Politik14195 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Hukum di Indonesia akan mengalami suatu kemunduruan apabila di dalam Undang-Undang Omnibus Law tersebut menghapus sanksi pidana bagi pengusaha. Pengusaha seharusnya dapat bertanggungjawab terhadap  kesalahan yang diperbuatnya akibat suatu pelanggaran/ kasus korupsi. Oleh karena itu menurut Laode M Syarief, Wakil Ketua KPK, hukum kita seperti kembali masa kolonial, padahal saat ini sudah masa milenial.

“Jangan kita buat hukum kembali ke masa kolonial. Kita sudah milenial mau kembali ke masa kolonial,” kata Laode M Syarief di kantornya, Jakarta, Kamis (19/12/2019) sebagaimana dikutip dalam katadata.co.id.

Kemudian, La Ode mencontohkan belanda yang dahulunya tidak mengenal pidana tersebut, namun saat ini menerapkannya.

“Sekarang di KUHP Belanda jelas sekali (pidana bagi korporasi),” lanjutnya.

Kemudian ia mencontohkan korporasi yang dijerat pidana di beberana negara, seperti Volkswagen di Amerika Serikat dan Rolls Royce di Inggris.

La Ode menambahkan omnibus law perlu diperjelas, sebab dikawatirkan nantinya jangan sampai menjadi alat berlindung bagi korporasi yang tidak memiliki niat baik.

“Ini perlu diperjelas agar omnibus law tidak jadi alat berlindung korporasi yang memiliki niat tidak baik,” kata Laode

Rasamala Aritonang selaku Kepala Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK juga memberikan penilaian bahwa  hukum di Indonesia bisa mundur jika omnibus law menghilangkan pidana bagi pengusaha. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh KPK, saat ini terdapat 100 undang-undang di Indonesia yang dapat memidana pengusaha serta korpirasi (perusahananya).

“Jadi kelihatannya kalau (pidana korporasi di omnibus law ditiadakan) itu sudah agak mundur ke belakang,” ungkap Rasamala.

Oleh karena itu, dia  memberikan saran agar pemerintah tidak menghapus pidana bagi pengusaha dan korporasi-nya. Sebagai gantinya, pemerintah disarankan membuat diversi untuk penyelesaian perkara korporasi.  Melalui diversi, korporasi bisa lepas dari jerat hukum apabila telah menyelesaikan persyaratan yang telah ditentukan aparat penegak hukum ketika melakukan pelanggaran.

“Anda harus bayar ganti rugi, denda, dab seterusnya. Kalau bersedia memperbaiki diri, si penuntut bisa tidak mengajukan atau menunda perkara,” lanjut Rasamala.

Seperti diketahui bersama, sebelumnya Airlanggar Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan kedepan, UU Omnibus Law tidak menerapkan  hukum pidana bagi pihak-pihak yang melanggar aturan, akan tetapi dikenakan hukum yang berbasis hukum administratif.

Sehingga para pengusaha atau pihak lain yang melanggar aturan hanya dikenakan sanksi berupa denda. “Terkait iklim usaha, basis hukum bukan hukum kriminal tapi administratif,” kata Airlangga di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Ditambahkan bahwa penerapan hukum berbasis administratif telah diterapkan di dalam pasar modal dan perbankan. bagi pelaku penggar aturan akan dikenakan sanksi membayar denda atau pencabutan izin, sehingga kebijakan tersebut dinilai memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. (J/doktor.com)

banner 336x280