AS Hentikan Pabrik Pembuat Vaksin AstraZeneca

Nasional9078 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Amerika Serikat (AS) telah menghentikan produsen obat Inggris AstraZeneca Plc untuk menggunakan pabrik dalam membuat vaksin, Sabtu (3/4). Fasilitas tersebut pun langsung diberikan kepada Johnson&Johnson (J&J) untuk bertanggung jawab membuat 15 juta dosis vaksin Covid-19.

Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan memfasilitasi langkah tersebut. J&J mengatakan, pihaknya memikul tanggung jawab penuh dari fasilitas Emergent BioSolutions di Baltimore.

Pengumuman ini menegaskan, perusahaan akan memberikan 100 juta dosis kepada pemerintah pada akhir Mei. Sedangkan AstraZeneca yang vaksinnya belum disetujui di AS mengatakan akan bekerja sama dengan pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menemukan fasilitas alternatif untuk memproduksi vaksinnya.

Perkembangan yang pertama kali dilaporkan oleh New York Times ini semakin menghambat upaya AstraZeneca di AS. Pemerintah telah mengkritik produsen obat tersebut karena menggunakan data usang dalam hasil uji coba vaksinnya dan kemudian merevisi studinya.

Laporan New York Times menyatakan, para pekerja di pabrik Emergent BioSolutions beberapa pekan lalu menggabungkan bahan-bahan untuk vaksin J&J dan AstraZeneca. J&J mengatakan, pada saat itu tumpukan yang rusak belum masuk ke tahap pengisian dan penyelesaian. Menurut dua pejabat senior kesehatan federal, langkah pemerintah untuk membuat fasilitas hanya membuat vaksin dosis tunggal J&J dimaksudkan untuk menghindari campur aduk di masa depan.

AS memiliki kesepakatan pinjaman untuk mengirim ke Meksiko dan Kanada sekitar 4 juta dosis vaksin AstraZeneca, dibuat di fasilitasnya di negaranya. Namun, saat ini muncul kekhawatiran atas vaksin AstraZeneca setelah laporan tujuh orang meninggal di Inggris akibat pembekuan darah usai menerima vaksin tersebut.

Kondisi ini telah mendorong beberapa negara termasuk Kanada, Prancis, Jerman, dan Belanda untuk membatasi penggunaannya untuk orang tua. Meski begitu, regulator obat Inggris, Medicines and Healthcare Regulatory Agency (MHRA), tetap mendesak pemerintah untuk melanjutkan vaksinasi menggunakan vaksin tersebut. (Republika)

banner 336x280