Anggaran Covid-19 Tembus Rp 405,1 Triliun, Negara Diperkirakan Defisit 5 Persen dari PDB

Ekonomi, Nasional11635 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Meningkatnya korban jiwa dan pasien positif corona atau covid-19 di Indonesia membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil langkah cepat. Khususnya terkait anggaran untuk menangani dan mencegah sebaran virus covid-19.

Hal itu diambil dengan terus meningkatnya sebaran covid-19 di berbagai daerah. Tercatat hingga Selasa (31/3/2020) siang, 1.528 orang terkonfirmasi positif, pasien sembuh 81, dan yang meninggal sebanyak 136 orang.

Kondisi itu yang membuat Jokowi pun menerbitkan Perpu Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan sebagai upaya untuk meminimalisasi ambruknya perekonomian di satu sisi sekaligus untuk melindungi masyarakat dari intaian maut corona.

Jokowi menekan perppu untuk legalitas anggaran belanja covid-19 yang membuat keuangan diprediksi mengalami defisit di atas patokan dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, yakni 3 persen dari PDB (pendapatan domestik bruto).

Anggaran penanganan covid-19 dipatok menjadi Rp 405,1 triliun dari total belanja awal dalam APBN 2020 sebesar Rp 2.540,4 triliun. Hal ini ditegaskan oleh Jokowi dalam konfrensi pers Selasa 31 Maret 2020.

Total anggaran ratusan triliun itu, ucap Jokowi, alokasinya diperuntukkan sebagian besar untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha guna menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi. Di sektor itu ada sekitar Rp 150 triliun.

Selain itu, Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter. Sisanya Rp 110 triliun untuk jaring pengamanan sosial yang mencakup penambahan anggaran kartu sembako, kartu prakerja, dan subsidi listrik. “Terakhir, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR,” urai Jokowi.

Total anggaran itu pun diperkirakan membuat keuangan negara defisit mencapai 5,07 persen. Kondisi itu pula yang membuat Jokowi menekan perppu sebagai payung hukum relaksasi defisit yang melampaui angka di atas 3 persen seperti yang ditentukan.

“Pemerintah perlu mengambil langkah luar biasa dengan pandemi covid-19 karena bukan hanya kesehatan, tetapi juga masalah kemanusiaan yang berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan perekonomian negara,” ujarnya.

Jokowi pun menegaskan, kebijakan luar biasa dalam pandemi corona melalui perppu dengan relaksasi defisit hanya untuk 3 tahun saja. Yakni tahun 2020 hingga 2022. “Tahun 2023, pemerintah akan kembali pada disiplin fiskal batas maksimal defisit 3 persen dari PDB,” tegas Jokowi. (Adm/ Lbr)

 

 

 

 

sumber: malangtime

banner 336x280