JAKARTA, lintasbarometer.com
Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar menilai opsi menyuntikkan dana atau bailout Rp 15 triliun untuk menyelamatkan Jiwasraya dan memenuhi kewajiban pembayaran polis dinilai tidak tepat.
Kata dia, jika opsi tersebut dipilih maka akan membebani APBN.
“Terkesan kuat pemerintah melalui Menteri BUMN mengabaikan fakta bahwa keuangan negara selalu defisit,” ujarnya.
Junisab mengatakan Menteri BUMN Erick Thohir jangan abai dengan dampak negatif dari bailout bagi APBN yang menurut Keuangan per akhir Januari 2020 mengalami defisit Rp 36,1 triliun.
Dia juga mengingatkan dampak bailout perbankan akibat krisis moneter tahun 1997 dimana hingga saat ini masih membebani APBN. Tiap tahun APBN harus membayar rata-rata Rp 60 triliun hingga 20 tahun dari 2003-2033.
“Jangan lagi beban APBN ditambah dengan bail out Jiwasraya,” ucapnya.
Terlebih, Junisab menuturkan berdasarkan informasi yang diperolehnya dari lingkungan auditor dana yang perlu disiapkan untuk bailout Jiwasraya bisa mencapai Rp 35 triliun.
“Bukan 15 triliun, angkanya bisa 25-35 triliun rupiah. Sangat menggerogoti APBN. Akan lebih baik bila dana sebesar itu digunakan untuk memberdayakan masyarakat tidak mampu, pendidikan dan kesehatan,” kata Junisab.
Terkait masalah yang mendera Jiwasraya, Junisab mengatakan IAW sudah membuat kajian. Selain memetakan sumber masalah, kajian IAW juga menyertakan solusi. Pihaknya siap kapan saja bila diminta Kementerian BUMN untuk menyampaikan hasil kajian tersebut.
“Ada cara lain yang bisa dilakukan namun secara hukum sah dan berlaku umum,” demikian kata Junisab.
Diketahui, Pemerintah melalui Kementerian BUMN membuka opsi Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 15 triliun untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan memenuhi kewajiban pembayaran polis.
Berdasarkan dokumen Kementerian BUMN yang disampaikan ke DPR setidaknya ada 3 opsi penyelamatan Jiwasraya.
Pertama atau Opsi A berupa Bail In yakni dukungan dana dari pemilik saham Jiwasraya. Pertimbangannya ialah dapat dilakukan pembayaran penuh maupun sebagian. Tapi, ada risiko gugatan hukum jika dilakukan pembayaran sebagian.
Kedua atau Opsi B berupa Bail Out yakni dukungan dana pemerintah. Opsi ini tidak dapat dilakukan kepada Jiwasraya karena belum ada peraturan terkait baik dari OJK maupun KSSK.
Ketiga atau Opsi C berupa likuidasi atau pembubaran perusahaan. Langkah ini harus dilakukan melalui OJK. Namun, memiliki dampak sosial dan politik yang cukup signifikan.
Dalam dokumen itu disebutkan jumlah pembayaran nasabah Jiwasraya pada 2020 untuk produk tradisional sebesar Rp 138 miliar dan saving plan Rp 1,7 triliun.
Sehingga, total kebutuhan dana untuk pembayaran polis pada 2020 senilai Rp 1,85 triliun dan sisanya Rp 14,9 triliun akan dicicil dari 2021 hingga 2024.
Dengan skema ini jumlah aset yang dialihkan ke Nusantara Life Rp 12 triliun dan promossory note BPUI Rp 9 triliun. Total PMN yang dibutuhkan Rp 15 triliun yang terdiri PMN cash Rp 6 triliun-Rp 8 triliun dan PMN non cash Rp 7 triliun-Rp 10 triliun.
(Lj / Lbr)