JAKARTA, lintasbarometer.com
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah bakal melanjutkan sejumlah insentif perpajakan guna mendorong pemulihan ekonomi di 2021.
“Implementasi insentif perpajakan untuk pemulihan ekonomi 2021 akan dilakukan dan merupakan kelanjutan dari program PEN 2020 dengan tentu nanti tiap bulan akan bisa menginventarisasi berapa besaran yang terealisir,” ujar dia dalam konferensi video, Senin, 1 Februari 2021.
Insentif pajak tersebut diharapkan bisa mendorong daya beli masyarakat, memenuhi kebutuhan impor bahan baku produksi untuk sektor yang masih terdampak pandemi, serta membantu arus kas perusahaan agar kembali beraktivitas.
Implementasi kebijakan di tahun 2021, secara umum merupakan keberlanjutan dari insentif perpajakan yang diberikan di dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), yakni keringanan PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), pembebasan dari pemungutan PPh 22 impor, dan keringanan angsuran pajak PPh 25.
Fasilitas perpajakan lainnya adalah perpanjangan atas insentif PPh Final Jasa Konstruksi DTP atas P3-TGAI (Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi) dan insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP) serta percepatan restitusi PPN.
Di samping itu, guna membantu beban biaya produksi dunia usaha, pemerintah menyediakan beberapa fasilitas kepabeanan agar pelaku usaha memiliki daya saing yang lebih tinggi, seperti fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
Untuk itu, Kawasan Berikat (KB) memberikan insentif berupa penangguhan bea masuk, dan/atau tidak dipungut pajak dalam rangka impor. Sementara itu, KITE menyediakan insentif berupa pembebasan atau pengembalian Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor atas barang dan bahan yang diimpor untuk tujuan diolah, dirakit atau pasang dan hasil produksinya untuk tujuan ekspor.
“Pemerintah dalam hal ini berupaya mendorong optimalisasi pemanfaatan fasilitas KB/KITE, termasuk fasilitas KITE Industri Kecil Menengah (IKM) melalui sosialisasi dan asistensi kepada sektor usaha,” dinukil dari keterangan tertulis Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang diketuai Sri Mulyani. (Tempo)