JAKARTA, lintasbarometer.com
Program kartu prakerja yang digadang-gadang pemerintah untuk membantu masyarakat terdampak secara ekonomi akibat wabah Covid-19 ternyata sarat masalah. Misalnya, KPK menemukan kemitraan pemerintah dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai dengan aturan yang ada.
Hal ini berimplikasi dengan dugaan adanya konflik kepentingan di 5 dari 8 platform yang ikut dalam program Kartu Prakerja. KPK merinci, 250 jenis pelatihan dari total 1.895 pelatihan yang tersedia memiliki konflik kepentingan dengan platform digital.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata, menjelaskan masalah pertama yang menjadi sorotan lembaganya terkait program kartu prakerja adalah ihwal proses pendaftaran. Menurut dia sebagian besar para pendaftar justru bukan kalangan pekerja yang terkena PHK akibat wabah Covid-19. “Faktanya hanya sebagian kecil (pekerja dipecat) yang mendaftar secara daring,” ucap dia di Jakarta, kemarin.
Marwata memaparkan justru mayoritas atau 9,4 juta pendaftar Kartu Prakerja justru berasal dari orang yang menjadi target yang disasar pemerintah. Menurutnya, hanya ada 143 ribu jiwa dari 1,7 juta warga korban PHK yang memanfaatkan Kartu Prakerja.
Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Pahala Nainggolan, menyatakan KPK juga mendapati penggunaan fitur face recognition atau pengenalan peserta yang tidak efisien, padahal menelan anggaran Rp 30,8 miliar. “Kalau NIK-nya benar, kan langsung keluar semua datanya,” ucap Pahala.
Masalah ketiga yakni terkait kurasi materi pelatihan yang tidak dilakukan sesuai kompetensi yang memadahi. KPK juga menemukan 89 persen dari materi pelatihan ternyata sudah tersedia di jejaring internet dan tidak berbayar. Padahal peserta yang mengikuti Kartu Prakerja harus membayar melalui subsidi pemerintah.
Persoalan keempat, pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif dan tidak efektif, bahkan berpotensi merugikan keuangan negara. Karena alasan itu, KPK telah mengirim tujuh rekomendasi kepada pemerintah agar melakukan pembenahan terhadap program Kartu Prakerja. Satu di antaranya adalah pemerintah disarankan menghapus program fitur face recognition yang dianggap berlebihan. (Temo/ Lbr)