JAKARTA, lintasbarometer.com
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengatakan, pihaknya berencana akan menerbitkan protokoler kesehatan dalam new normal di tengah pandemi Covid-19 di rumah ibadah pada Jumat 29 Mei 2020.
Hal itu disampaikan Menag saat bertemu dengan Satgas Lawan Covid-19 DPR di Kemenag, Kamis (28/5/2020).
“Rencana kami akan menerbitkannya besok Jumat sore. Kenapa Jumat sore? karena yang agak komplek adalah mempersiapkan Salat Jumat. Sehingga kalau Jumat sore kami umumkan masih ada satu Minggu untuk mempersiapkan pada Jumat berikutnya, mudah-mudahan ini kebijakan yang cukup adil,” kata Fachrul.
Ia menerangkan, bahwa Kemenag tidak menggunakan sistem zonasi dalam menentukan dibukanya kembali rumah ibadah atau tidak.
Fachrul melanjutkan, bahwa Kemenag memberikan kewenangan penuh sampai kepada tingkat camat dalam memperbolehkan atau masih menutup rumah ibadah di wilayah administratifnya.
“Hal penting yang kami laporkan di sini bahwa kewenangan itu kami berikan sampai dengan tingkat camat untuk memutuskan,” paparnya.
Fachrul menjelaskan, selama ini banyak masyarakat yang protes lantaran rumah ibadah di lingkungan tempat tinggalnya tidak dibuka untuk beribadah. Padahal, wilayah tersebut tidak ada orang yang terjangkit corona.
Menurut Fachrul, rumah ibadah tersebut tidak dibuka lantaran adanya kasus masyarakat yang terjangkit Covid-19 di kabupten rumah ibadah tersebut. Alhasil, satu kabupaten menjadi zona merah.
“Ada kasus di tingkat kabupaten, beberapa orang terkena penyakit, tapi kabupaten itu 50 kilometer dari kami. di kami nggak ada apa-apa masa kami nggak boleh salat. Ada yang komplain lagi, pak, di camat kabupaten itu emang ada kasus, tapi kecamatan itu kan di pulau lain, bukan di pulau kami, kami nghak ada. Iya masa kami juga nggak boleh salat berjamaah,” tuturnya.
Fachrul menambahkan, para camat diharapkan mampu memutuskan rumah ibadah di wilayahnya mana yang sudah bisa dibuka kembali, dan mana yang masih tidak boleh dibuka karena masih adanya penyebaran corona.
“Sehingga camat bisa meliat ke desa-desa tertentu yang enggak ada sama sekali penyebarannya. Meskipun di kabupatennya memang tinggi, tapi di tingkat kecamatannya tidak sehingga dia bisa ambil kebijakan,” lanjutnya
“Sehigga kami sepakat memang kalau kita tanya teman, tanya beberapa tokoh-tokoh memang yang paling fair adalah kalau kita memberikan kesempatan sampai tingkat kecamatan untuk ambil keputusan, sesuai dengan level rumah ibadah masing-masing,” pungkasnya. (OZ/ Lbr)