JAKARTA, lintasbarometer.com
Komisi II DPR RI, telah menyetujui usulan pelaksanaan pencoblosan Pilkada Serentak tahun 2020, akan dilakukan pada Rabu, 9 Desember 2020. Waktu tersebut merupakan jadwal terbaru, yang seharusnya dilaksanakan pada 23 September 2020, ditunda karena wabah virus corona (Covid-19).
Meski telah disetujui oleh DPR, namun untuk menjalankannya masih menungu keputusan dari Presiden RI, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Jika Perppu dikeluarkan, maka KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilihan umum siap untuk untuk menjalankan keputusan tersebut.
Melihat perkembangan tersebut, beberapa kandidat bakal calon peserta Pilkada Serentak Tahun 2020 di Kalbar, terus memantau. Seperti Politisi PDI Perjuangan yang juga menjadi salah satu bakal calon Wakil Bupati Melawi, Malin, menyhatakan bahwa pelaksanaan Pilkada yang disepakati diundur hingga 9 Desember 2020 tidak menjadi persoalan.
“Bagi kandidat atau calon yang akan maju, kapan pun Pilkada nantinya akan digelar, tak akan menjadi persoalan. Yang jadi persoalan, apakah nantinya bagaimana dengan wabah Covid-19 ini, apakah memang sudah benar-benar berakhir saat Pilkada Serentak disepakati pada Desember 2020,” katanya.
Malin mengatakan, opsi yang dipilih pemerintah dan DPR untuk menggelar Pilkada pada Desember 2020 lebih karena pertimbangan konstitusi semata karena dalam putusan MK beberapa waktu lalu sudah menetapkan Pilkada digelar setiap lima tahun, baik pada 2020, maupun 2022. Bila digelar pada 2021, maka tentunya akan ada sedikit persoalan dengan konstitusi yang sudah ada.
Lagipula, bila Pilkada digelar pada 2022, maka memunculkan persoalan baru terkait kekosongan kursi kepala daerah yang biasanya akan diisi oleh Penjabat atau Pelaksana Tugas. Bila terjadi, akan menghambat perjalanan birokrasi dan pemerintahan bisa terganggu.
“Tapi tentu akan melihat perkembangan yang ada. Kalau satu dua bulan badai wabah ini berlalu, maka bisa lanjut opsi itu. Tapi kalau belum juga reda, tentu harus ada rapat kembali,” ujarnya.
Malin mengatakan sebagai calon, siap kapan saja untuk bertarung dalam Pilkada. Yang penting adalah kesiapan dari pemerintah dan penyelenggara untuk menggelar Pilkada itu sendiri.
“Hanya, bilapun digelar pada Desember sekarang bagaimana dengan penyelenggara pemilu. Karena kesuksesan pelaksanaan Pilkada juga ditentukan oleh kesiapan penyelenggara sendiri. Sepertinya berat bila Pilkada digelar Desember. Karena sekarang saja kasus terus naik,” katanya.
Apalagi dengan munculnya wabah Corona, Malin mengungkapkan banyak pemda sudah merealokasikan sejumlah anggaran untuk penanganan Covid-19. Termasuk diantaranya pemangkasan untuk anggaran Pilkada sendiri.
“Nah, sekarang uangnya sudah dipakai untuk Corona. Bahkan APBN saja sudah terpangkas hingga Rp 400 triliun untuk itu. Nah, saya yakin pemerintah tidak akan memaksakan dan melihat situasi,” papar Malin.
Menurut Malin, Parpol dan peserta kapanpun siap. Yang jadi persoaalan adalah penyelenggaranya nanti. Bila menginginkan hasil pemilu berkualitas, tentu harus dimulai dari penyelenggara dulu. Persiapan harus matang.
“Kalau ada anggaran tidak ada, bagaimana mau pemilu. Sekarang gaji untuk PPS dan Panwas kan sudah tertunda. Bagaimana mereka bekerja dan menyelenggarakan pemilu dengan baik. Kalau tidak ada anggaran, bagaimana mau menyelenggarakan pemilu yang berintegritas,” katanya.
Mesin Politik Dingin
Calon Petahana Pilkada Sambas, Atbah Romin Suhaili mengatakan, jika Pilkada dilakukan pada Desember mendatang, efektifitas mesin politik tidak bisa diramalkan. Karena adanya penundaan dengan berbagai pertimbangan, maka bisa saja semuanya kembali dari nol.
“Pada situasi tersebut tidak bisa dipastikan, maksimal atau tidak ini sangat relatif. Namun, bagi bakal calon, kapan pun dilaksanakan, pastinya harus siap. Ini kan semacam perlombaan dan pertandingan, di mana peserta selalu siap sedia,” ungkapnya.
Atbah meyakini KPU dan Bawaslu akan tetap berkinerja baik meskipun dalam kondisi yang menyulitkan, pasalnya keduanya memiliki pengalaman melaksanakan Pemilu dengan baik dan optimal
“Infrastruktur KPU dan Bawaslu, organisasi serta personalnya sangat memadai, mereka sudah berpengalaman di dua kali pemilu, yakni Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif,” katanya.
Pertimbangan Matang
Direktur Cerdas Demokrasi Indonesia dan Anggota Presidium JaDI Kalbar, Krist Heru Siswanto, menyatakan ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam memutuskan Pilkada 9 Desember 2020, sebagaimana usulan Pemerintah, DPR, KPU, Bawaslu dan DKPP dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II.
“Pertama, hendaknya KPU dan Bawaslu menyusun Daftar Inventarisir Masalah apabila pemilu dilaksanakan 9 Desember 2020 secara komprensif dengan resiko yang akan dihadapi,” katanya.
Kedua segera berkordinasi dengan pemerintah terkait kepastian berakhirnya pandemi covid 19 di Indonesia. Ketiga apakah efektif dan efisien dari perspektif anggaran karena biaya akan lebih tinggi sehingga anggaran yang ditetapkan sesuai NPHD yang lalu besar kemungkinan direvisi atau di adendum untuk ditambah.
“Keempat apakah pemerintah daerah masih punya anggaran untuk melaksanakan pilkada karena anggaran pemda dialihkan untuk percepatan penanggulan Covid-19,” ujar Krist Heru.
Kelima secara physikologis kesehatan masyarakat belum pulih dan masih trauma akibat pandemi covid 19. Walaupun kemudian diatur tata cara teknis aparatus dgn standarisasi protokol nasional sosial/physikal distancing dan tidak ada jaminan penyelenggara dan masyarakat tidak akan terpapar covid 19
Keenam sulitnya mengidentifikasi antara money politik dan cost politik ketika kondisi wabah masih berlangsung sehingga antara bantuan berbentuk barang atau uang atau hadiah yang diberikan sulit untuk dihindarkan. Ketujuh tidak ada jaminan pemilu demokratis yang substansial dan berintegritas secara kualitatif ditengah covid 19.
“Ke delapan tambahan Anggaran untuk Pengadaan APD untuk Petugas, Pemilih dan Pemilih di TPS. Kesembilan Calon Petahana maupun non Petahana berebut simpati politis dalam memberikan bantuan dan dukungan kemanusiaan kepada warga ditengah pandemi Covid-19,” paparnya.
Kesepuluh tata kelola pemilu harus dievaluasi utamanya pasca penundaan tahapan oleh kebijakan KPU yang menunda 4 tahapan Pilkada. Kesebelas sistem pendataan kependudukan dalam banyak versi akibat pendataan dari covid-19 baik dari dinsos, disnatkentras, Pemda, BPS akan menjadi data baru yang diperdebatkan dan akan disandingkan dengan DP4, dan secara adminsitrasi DP4 dari Mendagri harus menyesuaikan dan akan mengalami perubahan mendasar.
Opsi Pertama
Kepastian penundaan dan pelaksanaan lanjutan Pilkada, berdasarkan hasil RDP Komisi II DPR RI, Mendagri, dan Penyelenggara Pemilu, pada Desember 2020 masih harus menunggu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dari Presiden. Jika hasil RDP dengan DPR dan Pemerintah, tentu KPU menghormati dan akan melaksanakannya.
Seperti diketahui, Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Penyelenggara Pemilu menyepakati tanggal pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020. Sebelum dimulainya kembali tahapan Pilkada Serentak, Komisi II bersama Mendagri serta Penyelenggara Pemilu akan melaksanakan rapat kerja terkait kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada 2020.
Rapat itu akan dilaksanakan setelah masa tanggap darurat pandemi virus Corona berakhir atau sekitar awal Juni 2020. Berikut ini kesimpulan lengkap rapat Komisi II DPR bersama Mendagri, dan Penyelenggara Pemilu terkait pelaksanaan Pilkada Serentak 2020:
Pertama, Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020.
Sebelum dimulainya pelaksanaan tahapan Pillkada Serentak tahun 2020, Komisi II DPR RI bersama Mendagri dan KPU RI akan melaksanakan rapat kerja setelah masa tanggap darurat berakhir untuk membahas kondisi terakhir perkembangan penangan pandemi COVID-19, sekaligus memperhatikan kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak tahun 2020.
Kedua, merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan evaluasi terhadap Keserentakan Pemilu pada tahun 2019, maka Komisi II DPR RI mengusulkan kepada pemerintah agar pelaksanaan Pilkada kembali disesuaikan dengan masa jabatan 1 periode 5 tahun yaitu 2020, 2022, 2023, 2025 dan seterusnya yang nanti akan menjadi bagian amandemen pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 untuk masuk ke dalam Perppu. (Jas/Lbr)
sumber : Suara Pemred