Satgas Sosialisasi UU Cipta Tampung Masukan Pemda Sesuai Arahan Presiden

Nasional5335 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Dalam upaya menampung masukan terkait pelaksanaan UU Cipta Kerja dari pemerintah daerah di Kepulauan Riau, Riau, Bangka Belitung, dan Lampung, Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menggelar pertemuan di Batam, Kepulauan Riau pada Rabu (8/12/2021).

Lokakarya itu merupakan pertemuan keenam yang digelar Satgas UU Ciptaker. Sebelumnya, pertemuan serupa juga diselenggarakan di Bekasi, Bandung, Surakarta, Surabaya, dan Medan.

Untuk sasaran sosialisasi UU Cipta Kerja di Batam tersebut adalah pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau, Riau, Bangka Belitung, dan Lampung.

Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja Arif Budimanta mengatakan, lokakarya itu diselenggarakan untuk melihat implementasi UU Cipta Kerja di tingkat daerah.

”Ini adalah strategi double track yang dilakukan pemerintah. Yang pertama untuk melihat implementasi UU Ciptaker dan kedua meminta masukan terkait perbaikan UU Cipta Kerja yang saat ini sedang disiapkan oleh pemerintah,” jelasnya yang merupakan juga Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, seperti dikutip dari Kompas.id.

Dalam pertemuan itu, pemerintah daerah juga diajak bersama-sama mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam upaya implementasi UU Cipta Kerja.

Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Dalam amar putusannya, MK memerintahkan pemerintah dan DPR agar melakukan perbaikan UU Cipta Kerja paling lama dua tahun sejak putusan keluar.

Jika dalam tenggang waktu itu tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Dari perintah putusan MK tersebut, pemerintah dan DPR akan mengupayakan agar revisi UU Cipta Kerja masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022.

”Sesuai dengan arahan Presiden, pemerintah akan bekerja dengan cepat. Pemerintah dan DPR sudah membahas upaya-upaya perbaikannya,” ujar Arif.

Di samping itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Omar Sharif Hiariej mengatakan, pemerintah menghadapi beberapa tantangan saat UU Cipta Kerja disusun.

Di tahun 2019, terdapat 43,5 juta orang yang tidak bekerja secara penuh. Jumlah itu sekitar 32,6 persen dari total angkatan kerja. Pemerintah juga tidak bisa optimal menciptakan lapangan kerja karena terkendala birokrasi perizinan.

Dalam laporan kemudahan berusaha (ease of doing business/EoDB) yang disusun Bank Dunia pada 2019, Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 190 negara. Indonesia tertinggal jauh dari Singapura yang berada di peringkat ke-2, Malaysia di peringkat ke-15, dan Thailand di peringkat ke-27.

Menurut Eddy, dengan adanya UU Cipta Kerja diharapkan tercipta peningkatan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap sektor koperasi dan usaha kecil, serta industri dan perdagangan nasional.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga akan menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (Kompas)

banner 336x280