PEKANBARU, lintasbarometer.com
Anggota DPRD Riau meminta Pemprov Riau untuk tidak tinggal diam, proyek Tol Sumatera dianggap tidak ramah pada pengusaha lokal.
Hal itu setelah Sejumlah pengusaha kontraktor sudah mengeluhkan kondisi ini.
Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dianggap tidak ramah pada pengusaha lokal dalam pembangunan Tol Sumatera hingga mendapat perhatian dari banyak pihak.
Menanggapi itu, Wakil Ketua DPRD Riau, Hardianto menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui dinas terkait yang tidak mampu membuat komitmen dengan BUMN Hutama Karya dalam proyek pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Meski proyek jalan tol bukan kewenangan Pemprov, semestinya Pemprov sudah membuat komitmen karena bagaimanapun Pemprov juga dibebankan dalam pembebasan lahan.
“Tapi kalau itu terjadi kita sangat menyayangkan. Pemprov harus bersikap, jangan hanya menonton. Selama Riau tidak bersikap, selama itu Riau tidak akan dihargai, memang ini bukan kewenangan Pemprov, tapi kan mestinya ada komitmen supaya HKI selaku operator harus melibatkan pengusaha-pengusaha lokal untuk bermitra di proyek JTTS,” ujar Hardianto, seperti yang dilansir dari tribunpekanbaru Senin (23/8/2021).
Menurut Hardianto, meminta komitmen HKI jangan diartikan sebagai upaya intervensi, tapi lebih kepada kesepakatan.
Sebab, proyek tol bukan hanya sampai pembangunan saja, tapi juga saat penggunaannya nanti.
Jika pengusaha lokal tidak dilibatkan, Hardianto khawatir akan mengganggu kondusifitas operasional Tol nantinya.
Untuk itu, Hardianto mengkritisi HKI yang dinilai tidak memandang kontaktor lokal dalam proyek tersebut.
“Memang yang berhak menentukan subkon itu HKI, tapi mereka perlu paham juga, jangan merasa ketika dapat penugasan langsung oleh pusat, Riau seolah-olah tidak dipandang. Mereka kerja di Riau, lahannya di Riau, tolong hargai Riau ini,”jelasnya.
Hardianto menambahkan, sebagai penghargaan kepada Riau tidak harus meletakkan tangan di kepala, tapi cukup dengan melibatkan pengusaha lokal di Riau.
Sebab, pelibatan pengusaha lokal secara tidak langsung akan menjamin keberlangsungan tenaga kerja asal Riau juga.
“Harusnya diakomodir. Kalau sudah tidak ada yang bisa perusahaan bekerjasama membangun tol, silahkan mereka ambil dari luar. Tapi saya yakin, banyak pengusaha yang mampu bekerjasama dengan HKI untuk membangun tol,” ujarnya.
Karena menurut Hardianto, jika yang kerja kontraktor lokal, keuntungannya juga akan berputar di Riau.
Tidak mungkin dibawa ke daerah lain, artinya ada multiflyer efek dari sisi ekonomi.
“Kalau yang mengerjakan orang non-Riau, keuntungannya akan dibawa ke kampungnya, dan ini tidak memberi dampak ekonomi ke masyarakat,”jelas Hardianto.
Sebelumnya, Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Riau, Parisman Ihwan, mengaku menerima banyak sekali laporan dan keluhan-keluhan dari para kontraktor lokal, dimana mereka tidak mendapatkan bagian pekerjaan di proyek jangka panjang tersebut.
“Pelaksanaan pekerjaan minor atau dibawah Rp 15 Milyar sesuai arahan menteri BUMN mestinya dikerjakan oleh kontraktor lokal, tapi kenyataannya banyak pekerjaan tersebut diberikan ke kontraktor dari luar Riau, ada yang dari Sumatera Utara, ada juga yang dari Jakarta, benar yang dikatakan LE itu,” ujar Iwan Fatah sapaan akrabnya.
Dicontohkannya, untuk jasa penanaman rumput untuk pengaman tebing atau bekas timbunan, pembuatan marka jalan dan lainnya, HKI masih menggunakan jasa rekanan dari luar Riau.
“Masa kontraktor lokal Riau tidak bisa mengerjakan yang begituan dan masih banyak lagi pekerjaan yang kecil-kecil yang semestinya bisa dikerjakan oleh kontraktor lokal di Riau,”jelasnya. *