JAKARTA, lintasbarometer.com
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengagendakan sidang perdana kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice Djoko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra), hari ini, Senin 2 November 2020. Sidang perdana beragendakan pembacaan surat dakwaan.
Berdasarkan agenda persidangan yang diperoleh, ada empat terdakwa yang bakal menjalani persidangan perdananya pada hari ini. Keempat terdakwa itu yakni, Djoko Tjandra, H Tommy Sumadi, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte.
Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyo mengaku belum mengetahui pukul berapa persidangan tersebut akan digelar. Biasanya, kata Bambang, persidangan dimulai pukul 10.00 WIB.
“Belum monitor waktunya. Biasanya jam 10an, tergantung Jaksanya tiba di PN,” kata Bambang saat dikonfirmasi, Senin (2/11/2020).
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat telah menerima berkas perkara atau surat dakwaan keempat terdakwa tersebut pada Jumat, 23 November 2020. Kemudian, PN Jakpus langsung menetapkan majelis hakim yang akan memimpin jalannya persidangan untuk keempat terdakwa tersebut.
Empat terdakwa yakni, Djoko Soegiarto Tjandra, H. Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte, masing-masing berkas perkaranya disusun secara terpisah. Keempatnya akan disidangkan oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis, dengan anggota Hakim Saefuddin Zuhri dan Hakim Adhoc Joko Subagyo.
Selain kasus tersebut, PN Jakpus juga telah mengagendakan sidang perdana terkait perkara dugaan suap pengurusan fatwa MA dengan terdakwa Andi Irfan Jaya. Sidang perdana terhadap terdakwa Andi Irfan yang diduga sebagai perantara suap Jaksa Pinangki akan digelar pada Rabu, 4 November 2020 dengan dipimpin Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto.
“Persidangan pertama terdakwa Andi Irfan, dengan Ketua Majelis Hakim Bapak IG Eko Purwanto menjadi hari Rabu, tanggal 4 November 2020,” katanya.
Perkara dugaan suap pengurusan red notice merupakan bagian dari rentetan skandal Djoko Tjandra yang menggegerkan beberapa waktu lalu. Saat itu, Djoko Tjandra yang merupakan terpidana perkara korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
Padahal, Djoko Tjandra telah menjadi buronan Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 2009 atau 11 tahun silam. Di Indonesia, Djoko Tjandra sempat membuat e-KTP dan paspor, bahkan dirinya sempat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke PN Jakarta Pusat.
Irjen Napoleon yang saat itu menjabat Kadiv Hubinter Polri bersama Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri diduga menerima suap dari Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi. Suap itu diduga untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri.
Sementara Andi Irfan Jaya, diduga merupakan perantara suap dari Djoko Tjandra kepada Pinangki Sirna Malasari selaku Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung.
Djoko Tjandra diduga akan menyuap Pinangki melalui Andi Irfan Jaya sebesar USD500 ribu dari USD1 juta. Uang itu disinyalir berkaitan dengan pengurusan fatwa ke MA melalui Kejagung agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.
Sehingga, dengan adanya fatwa tersebut, Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana. Tak hanya itu, Andi Irfan Jaya juga diduga bersama-sama Pinangki dan Djoko Tjandra melakukan pemufakatan jahat untuk memberi hadiah atau janji sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. (Kompastv)