JAKARTA, lintasbarometer.com
Kemendagri berencana mengevaluasi penyelenggaraan pilkada langsung karena ongkos politik yang dinilai terlalu besar serta memicu tindakan korup. Namun, banyak pihak berpandangan, tidaklah tepat jika pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD setelah adanya evaluasi pilkada langsung.
Lembaga riset dan survei CSIS menilai ongkos politik yang mahal sebenarnya disebabkan oleh sistem parpol yang berlaku di Indonesia. Sehingga, argumentasi pilkada langsung harus dievaluasi karena ongkos politik mahal tidak relevan.
“Biaya politik itu mahal karena memang yang menyumbang proses pencalonan. Kenapa begitu karena proses pencalonan kita di beberapa tempat masih belum transparan, masih adanya mahar politik,” ujar peneliti CSIS Arya Fernandes dalam konferensi pers di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Minggu (8/12).
Arya menilai, masalah ongkos politik harusnya dibenahi dari sisi parpol. Menurut dia, parpol harus menyetop praktik mahar. Dengan begitu ongkos politik bisa dipangkas.
“Jadi kalau partai bisa benahi proses pencalonan jadi lebih transparan dan terbuka, mungkin biaya di awal mungkin bekurang,” jelas dia.
Selain itu, Arya juga menyoroti cara lain untuk memangkas ongkos politik sehingga tak perlu mengubah sistem pilkada langsung. Salah satunya adalah penghematan terhadap pengeluaran selama kampanye.
“Misalnya ada fasilitasi oleh KPU soal atribut kampanye, itu juga mengurangi biaya kampanye. Bisa juga fasilitasi iklan,” kata Arya.
CSIS juga menyarankan calon kepala daerah untuk menghemat ongkos politik dengan memangkas biaya saksi. Salah satu caranya adalah dengan perbaikan sistem perhitungan oleh KPU yang menjamin akurasi perhitungan suara. Jika perhitungan bisa dilakukan dengan akurat dengan perbaikan sistem di KPU, seorang calon kepala daerah tak perlu mengeluarkan banyak dana untuk saksi.
“Kalau proses ini semakin transparan, kandidat dan partai bisa save dana saksi karena sudah ada data dari situng KPU,” ujar dia.
CSIS menegaskan, argumentasi Kemendagri untuk mengevaluasi pilkada langsung tidak kuat. Sebab, membesarnya ongkos politik bisa dicegah dengan berbagai cara.
“Jadi alasannya bahwa mengembalikan ke DPRD karena alasan biaya kampanye menurut saya lemah dari sisi argumentasi,” tutup dia. (Red/Babe)