JAKARTA, lintasbarometer.com
Terbetik berita bahwa telah beredar Sertifikat UKW (Uji Kompetensi Wartawan) palsu atau dipalsukan yang dimuat di media pwi.or.id dan beberapa media lainnya, tertanggal hari ini Sabtu, 2 Mei 2020. Berita itu kemudian langsung viral di berbagai media sosial dan jejaring komunikasi WhatsApp group. Fenomena unik ini menarik perhatian tokoh pers nasional, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA.
Tidak jelas benar pihak mana yang telah dengan sangat berani memalsukan sertifikat UKW keluaran organisasi pers bangkotan itu. Dari informasi yang dapat disimak pada situs milik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di atas, tidak terlihat nama pemilik sertifikat (karena ditutup spidol – red). Namun, jelas tertulis di sertifikat tentang tempat dan waktu pelaksanaan uji kompetensi, yakni di Jakarta, pada tanggal 19-20 Oktober 2019. Sertifikat UKW yang ditandatangani oleh Ketua PWI, Atal S Depari, dan (mantan) Ketua Dewan, Pers Yosep Adi Prasetyo, ini dikeluarkan pada 19 November 2019.
Sertifikat UKW jenjang Wartawan Muda yang diterbitkan untuk seseorang kelahiran Palembang, Sumatera Selatan itu, diklaim palsu oleh Direktur Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI Pusat, Rajab Ritonga. “PWI Pusat tidak pernah menyelenggarakan UKW di Jakarta pada 19-20 Oktober 2018 dan karenanya tidak pernah mengajukan rekomendasi penerbitan Serfitikat Kompetensi Wartawan ke Dewan Pers sebagai hasil kegiatan UKW tersebut.” Demikian tulis berita di situs PWI dimaksud.
Ritonga kemudian menegaskan bahwa sertifikat itu palsu. “Sertifikat itu dipastikan palsu, dan tidak terdaftar di Dewan Pers. Silahkan periksa di web Dewan Pers,” kata Rajab Ritonga, sebagaimana dikutip dari situs yang sama di atas.
Menanggapi kasus tersebut, Wilson berkomentar ringan, menganjurkan agar pihak yang merasa dirugikan melapor ke pihak berwajib. “Saran saya ke PWI, jika merasa dirugikan dengan aksi pemalsuan ini, lapor Polisi saja,” ujar Wilson Lalengke yang merupakan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Wilson yang selama ini dikenal publik sangat gigih membela ratusan ribu wartawan yang termarginalkan dan terzolimi oleh Dewan Pers melalui kebijakan UKW itu, kemudian melanjutkan bahwa pelaporan ke pihak berwajib akan lebih baik, sekaligus membuka pintu bagi aparat untuk mengusut praktek ilegal di balik sertifikasi kompetensi wartawan tersebut. “Itu lebih bagus (pelaporan ke Polisi – red), sekaligus jalan masuk bagi Polisi memeriksa sindikat penerbitan Sertifikat UKW ilegal yang dikeluarkan PWI dan kawan-kawannya selama belasan tahun bertameng kebijakan lembaga Dewan Pers itu,” imbuh Wilson yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).
Menurut lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University Inggris, itu bahwa sesungguhnya penyelenggaraan uji kompetensi atau profesi wartawan berdasarkan kebijakan dan rekomendasi Dewan Pers adalah tidak sesuai dengan peraturan perundangan. “Mereka mencaplok tugas dan kewenangan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi – red) sesuai perundang-undangan yaa… Jadi, UKW PWI dan kawan-kawan penyelenggara lainnya itu jelas ilegal alias melanggar UU,” ungkap Wilson sambil menyarankan pewarta media ini membuka dan mempelajari UU Nomor 13 Thn 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi Republik Indonesia.
Lebih jauh, Wilson mengatakan bahwa selama ini UKW diduga telah menjadi lahan korupsi uang negara dan pungutan liar di masyarakat, khususnya kalangan wartawan. “Banyak pihak mensinyalir bahwa UKW merupakan lahan korupsi, yakni penggunaan dana APBN dan APBD untuk membiayai program UKW ilegal (tidak sesuai UU – red). Juga menjadi ajang pungli melalui pemungutan dana dari peserta UKW jutaan rupiah per orang untuk biaya UKW ilegal tersebut,” tegas penerima penghargaan Best Executive and Professional Award tahun 2013 itu.
Jika ditotal dari belasan ribu wartawan pemilik sertifikat UKW, sambung pria kelahiran Morowali Utara ini, hasil korupsi dan pungli dari program UKW ilegal tersebut dapat mencapai jumlah triliunan. “Kalau ditotal, dari 15 ribuan lulusan UKW dan yang tidak lulus karena ketidakjujuran dan ketidak-profesionalan pelaksana kegiatannya, maka hasil korupsi dan pungli belasan tahun oleh PWI dan organisasi pers serta LSP penyelenggara UKW lainnya, bersama Dewan Pers itu mendekati angka triliunan rupiah,” urai jurnalis yang terkenal vokal ini.
Oleh karena itu, Wilson mengaku tidak heran jika akhirnya muncul polemik di antara mereka sendiri yang saling berebut bancakan uang negara dan bayaran peserta UKW. “Paling-paling kasus pemalsuan sertifikat UKW itu, dugaan saya, dilakukan oleh kawan-kawan mereka juga, sesama penyelenggara UKW ilegal itu. Mirip antar kelompok geng yang rebutan lahan parkir gitulah, hehe. Inilah mental maling teriak maling,” pungkas Wilson yang juga menyelesaikan program pasca sarjananya di bidang Applied Ethics di Utrecht University Belanda dan Linkoping University Swedia itu, Sabtu, 2 Mei 2020. (Jas/Lbr)
sumber : wartapos