Masa Jabatan Anggota DPR, DPD dan DPRD Kembali Dipersoalkan Ke MK

Nasional, Politik5557 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Masa jabatan Anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota  yang dapat dijabat lebih dari 2 (dua) Periode digugat/ dimohonkan untuk dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun pihak yang mengajukan permohonan adalah Ignatius Supriyadi yang berprofesi sebagai Advokat.

Dalam permohonannya sebagaimana dibacakan dalam sidang hari selasa (14/01/2020), Ignatius ingin menyatakan Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4) dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perkawilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) bertentangan dengan pasal 28D ayat (3) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai  “dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”

Dari uraian yang dimohonkan tersebut, pemohon menginginkan masa jabatan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dijabat oleh seseorang paling banyak 2 (dua) periode.

Pasal 76 ayat (4) :

“Masa jabatan anggota DPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.”

Pasal 252 ayat (5) :

“Masa jabatan anggota DPD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.”

Pasal 384 ayat (4) :

“Masa jabatan anggota DPRD provinsi adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD provinsi yang baru mengucapkan sumpah/janji.”

Pasal 367 ayat (4) :

“Masa jabatan anggota DPRD kabupaten/kota adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPRD kabupaten/kota yang baru mengucapkan sumpah/janji.”

Tanggapan Mahkamah Konstitusi 

Diberitakan oleh mkr.id, bahwa Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan saran kepada pemohon untuk memperkuat kedudukan hukum-nya (legal standing) dengan tujuan memperkuat substansi permohonan.

Sedangkan Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta pemohon melakukan studi perbandingan dengan negara-negara luar yang menganut paham demokrasi dengan tujuan untuk mengetahui apakah dinegara tersebut terdapat pembatasan periode jabatan anggota parlemen.

“Coba Pemohon lakukan studi komparasi, semisal Amerika yang tidak dibatasi masa jabatan anggota dewannya, kira-kira bentuk kerugian dan keuntungannya seperti apa. Lalu cari pula negara yang dibatasi. Karena, nanti akan terkait dengan hal yang Anda inginkan dari permohonan ini terhadap Indonesia, yak ni adanya batasan masa jabatan,” ungkap Arief.

Sesuai dengan aturan yang berlaku, maka pemohon diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan sebelum kembali dipanggil untuk membacakan perbaikan permohonan di Mahkamah Konsitusi. Dalam sidang ini, Ketua MK Anwar Usman memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk memperbaikan permohonannya paling lambat sampai hari Senin, 27 Januari 2020 Pukul 09.30 WIB ke Kepaniteraan MK.

Tanggapan Anggota DPR

Permohonan judicial review ini akhirnya ditanggapi oleh Asrul Sani, Fraksi PPP di DPR.

Dikutip dari detik.com, menurutnya, permohonan yang diajukan oleh Ignatius Supriyadi patutlah untuk dihormati. Namun perlu diketahui, fungsi dari anggota parlemen  yaitu fungsi legeslasi dan bukan fungsi eksekutif. Oleh karena itu, dinegara manapun tidak ada yang membatasi itu.

“Tentu harus kita hormati dong kalau ada gugatan itu. Tapi di negara manapun, kalau anggota parlemen itu karena pertama fungsinya adalah fungsi legislasi, bukan fungsi eksekutif, itu di negara manapun kan tidak ada yang dibatasi,” kata  Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Selain itu, Ia mencontohkan jabatan anggota kongres (parlemen) di Amerika Serikat yang dapat menjabat 7 Periode sampai meninggai.. Namun menurutnya, ini kembali pada sistem masing-masing suatu negara.

“Anggota Kongres Amerika itu ada yang bisa sampai 7 periode, sampai meninggal. Itu kembali pada sistem masing-masing. Saya kira kalau soal itu adalah open policy, kebijakan yang terbuka. Sesuai dengan apa maunya pembuat UU saja soal itu,” lanjutnya.

Pernah Dimohonkan dan Ditolak oleh MK

Dikutip dari Putusan MK No. 108/PUU-X/2012 tertanggal 13 Maret 2013, terdapat pihak-pihak yang pernah mempersolakan masa jabatan anggota legeslatif (DPR, DPD dan DPRD) yang tidak dibatasi 2 (dua) periode.

Ketika itu pemohon atas nama Antonius Iwan Dwi Laksono dan Mochamad Saiful mengajukan permohonan pengujian (judicial review) terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Inti permohon pemohon ialah menginingkan salah satu syarat anggota legeslatif (DPR, DPD atau DPRD) adalah tidak pernah menjabat sebagai anggota legeslatif selama 2 (dua) periode masa jabatan.

Untuk menguatkan dalil permohonannya, pemohon menyatakan pembentuk undang-undang menetapkan standar ganda dalam memberikan batasan terhadap beberapa jabatan pubilik selama 2 (dua) periode, sedangkan untuk jabatan anggota legelstatif, pembentuk undang-undang tidak memberikan batasan.

“Bahwa, pembuat Undang-Undang a quo telah menerapkan standar ganda di dalam memberikan pilihan kebijakan (legal policy) di satu sisi untuk pengisian jabatan-jabatan publik baik yang dipilih melalui Pemilu atau bukan, pembuat Undang-Undang membatasi maksimal 2 kali menjabat dalam jabatan yang sama. Sementara untuk jabatannya sendiri (anggota legislatif) pembuat Undang-Undang tidak memberlakukan pembatasan.” Isi permohonan halaman 7 poin 1.

Selanjutnya pemohon juga menyatakan tidak dicantumkannya syarat untuk menjadi anggota legeslatif (DPR, DPD dan DPRD) yaitu tidak pernah menjabat selama periode masa jabatan jeas bertentangan dengan sistem demokrasi.

“Bahwa dengan tidak mencantumkan syarat anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD) tidak pernah menjabat selama dua periode dalam jabatan yang sama, jelas pembuat Undang-Undang telah mengkebiri hakikat sistem demokrasi. Sebab dalam sistem demokrasi jabatan apapun selalu diberi batasan” Isi permohonan halaman 7 poin 2

Dalam permohonan ini, MK Menolak permohonan pemohon.

Yang menarik dari putusan ini adalah pertimbangan hukum dari Hakim Konstitusi yang pada dasarnya menyatakan pembatasan masa jabatan presiden tidak dapat dipersamakan dengan jabatan anggota DPR dan DPRD karena sifat jabatan tersebut berbeda.

“Pembatasan masa jabatan Presiden tidak dapat dipersamakan dengan pembatasan yang sama untuk masa jabatan anggota DPR dan DPRD karena sifat jabatan dari kedua jabatan itu berbeda. Presiden adalah jabatan tunggal yang memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, sehingga memang diperlukan adanya pembatasan untuk menghindari kesewenang-wenangan. Adapun anggota DPR dan DPRD adalah jabatan majemuk yang setiap pengambilan keputusan dalam menjalankan kewenangannya dilakukan secara kolektif, sehingga sangat kecil kemungkinannya untuk terjadinya kesewenang-wenangan. Bagi partai-partai politik dapat saja melakukan pembatasan masa jabatan terhadap anggotanya untuk duduk sebagai anggota DPR dan DPRD. Hal itu adalah kebijakan internal masing-masing partai politik yang tidak bertentangan dengan konstitusi. Oleh karena itu, pembatasan masa jabatan Presiden diatur secara tegas dalam UUD 1945.”. (*)

sumber : dokterhukum

banner 336x280