JAKARTA, lintasbarometer.com
Kinerja Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Pajak makin berat di pengujung tahun ini. Pasalnya, hingga jelang akhir tahun, realisasi penerimaan negara masih saja lesu.
Dari laporan APBN per Oktober, penerimaan pajak baru mencapai Rp 1.018,47 triliun, atau baru mencapai 64,56% dari target sebesar Rp 1.577,56 triliun. Angka itu tumbuh mini, sebesar 0,23% year on year (yoy).
Di tengah minimnya penerimaan tersebut, Ditjen Pajak harus berjuang mengejar target. “Itu tantangan besar yang sangat luar biasa,” kata Dirjen Pajak, Suryo Utomo.
Menurut Suryo, ada dua program utama yang ditempuh pihaknya dalam memaksimalkan penerimaan pajak. Yakni, melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi.
Khusus untuk program ekstensifikasi, masyarakat yang belum masuk sistem akan digiring masuk sistem dengan menjadi wajib pajak (WP) dan memiliki NPWP. Menurutnya, untuk WP karyawan sudah tidak ada masalah, karena sudah dengan sendirinya dilaporkan oleh perusahaannya.
“Sekarang perhatian kami adalah yang ada di luar garis. Bukan karyawan, namun pengusaha, tapi belum masuk sistem,” ujarnya.
Untuk itu, Ditjen Pajak akan memaksimalkan pengawasan di tiap-tiap kantor pelayanan Pajak (KPP), guna memperluas basis. Sementara, dalam program intensifikasi, Ditjen Pajak akan mengoptimalkan potensi pajak yang sudah ada. “Yang belum benar laporannya kita arahkan untuk melakukan pembetulan,” ujar Suryo.
Salah satu strateginya adalah menyisir WP tak patuh. Data Ditjen Pajak menunjukkan, realisasi kepatuhan formal mencapai 12,7 juta WP atau hanya 69,3% dari jumlah WP yang wajib melaporkan surat pemberitahuan (SPT), yakni 18,3 juta.
Selain masih rendah, realisasi kepatuhan formal WP juga di bawah target pemerintah yang mematok target di angka 85%. Data realisasi kepatuhan formal tersebut akan menjadi bahan bagi otoritas untuk memetakan WP yang belum patuh. Setelah dipetakan, Ditjen Pajak akan meminta WP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Salah satu strategi menyisir WP tak patuh tersebut dengan mengakses langsung data informasi rekening perbankan. Wewenang itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Berkat beleid ini, Ditjen Pajak mendapatkan akses untuk memeriksa data keuangan nasabah lembaga keuangan, jika dirasa ada kejanggalan dalam pelaporan pajaknya.
Nasabah yang menolak proses verifikasi oleh lembaga keuangan dan DJP, tidak diperbolehkan membuka rekening baru atau melakukan transaksi melalui rekeningnya. Demikian ketentuan dalam pasal 2 ayat (4). Sementara, pasal 2 (7) menegaskan: kerahasiaan perbankan tidak berlaku saat menjalankan peraturan ini.
Lembaga keuangan pun harus patuh. Jika tidak, akan dikenai sanksi. Sesuai beleid tersebut, bagi pimpinan maupun pegawai lembaga keuangan yang tidak menyampaikan laporan, tidak melaksanakan prosedur identifikasi, dan tidak memberikan informasi yang benar, dipidana dengan pidana kurungan maksimal setahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan pasal 7 (2) menyebutkan bahwa lembaga keuangan yang tidak patuh bisa dipidana dengan denda maksimal Rp 1 miliar.
Melaksanakan amanat UU No 17/2019, kini otoritas pajak mulai menyasar para pemilik rekening jumbo di perbankan. Yakni, menelusuri rekening dengan saldo di atas Rp 1 miliar. Data yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan data-data yang dimiliki otoritas pajak.
Jika tidak sinkron, Ditjen pajak akan mengirim pemberitahuan kepada WP yang bersangkutan untuk melakukan pembetulan SPT dan membayar jika ada kekurangan pajak.
Belum lapor SPT
Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan, total rekening bank umum per September 2019 mencapai 295,02 juta. Total simpanan perbankan mencapai Rp 5.984,42 triliun.
Sementara itu, jumlah rekening bank dengan total simpanan di atas Rp 1 miliar mencapai 565.360 rekening, dengan total simpanan sebesar Rp 3.807,61 triliun.
Tapi, karena masih pilot project, saat ini tiap-tiap KPP hanya menelisik minimal 10 saldo rekening nasabah. Dengan 341 KPP, artinya ada 3.410 data keuangan yang ditelisik Ditjen Pajak. Menurut Suryo, dari temuan sementara ini, sebagian besar nasabah pemilik rekening Rp 1 miliar tersebut belum melaporkan SPT.
Tentu saja, ini bakal menjadi sumber penerimaan pajak baru. Namun, Suryo memastikan, konfirmasi ke WP dilakukan tetap berdasarkan data untuk menjaga kepercayaan publik. Sebagaimana diketahui, penerimaan pajak di tahun ini masih kurang Rp 559,09 triliun dari target akhir tahun 2019. (*)
sumber : naviri