JAKARTA, lintasbarometer.com
Indonesia Corruption Watch menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus bersikap terhadap polemik tes wawasan kebangsaan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. ICW menyebutkan 10 alasan Presiden Jokowi harus menyikapi masalah tersebut.
“Salah satunya sebagai bentuk konsistensi dengan pernyataan pada pertengahan Mei lalu,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Kamis, 23 September 2021.
Kurnia berkata pada Mei lalu, Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai. Bahkan saat itu Presiden turut mengutip putusan Mahkamah Konstitusi sebagai dasar hukum.
Kedua, kata Kurnia, Presiden merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam birokrasi. Sehingga, kata dia, Presiden berwenang mengambil alih pengangkatan 56 pegawai KPK menjadi ASN.
Dia mengatakan Presiden selaku pihak eksekutif merupakan atasan KPK berdasarkan perubahan UU komisi pemberantasan korupsi. Maka dari itu, segala persoalan yang berkaitan dengan ranah administrasi mewajibkan Presiden untuk bertindak.
Kurnia berkata kondisi pemberantasan korupsi juga kian mengkhawatirkan. Penelitian dari Transparency International memperlihatkan Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia terus merosot. “Jika tidak ada tindakan konkret dari Presiden, bukan tidak mungkin IPK Indonesia akan semakin suram pada tahun mendatang,” ujarnya.
Dia mengatakan Mahkamah Agung juga merekomendasikan bahwa tindak lanjut TWK merupakan kewenangan pemerintah. Presiden menjadi pihak yang paling tepat untuk menyikapi polemik TWK. Keenam, dia menilai Jokowi berhutang janji politik pada Pilpres 2014 dan 2019. Jokowi, kata dia, pernah berjanji untuk memperkuat KPK. “Masyarakat menunut kembali dalam isu TWK KPK agar Joko Widodo menunaikan janji politiknya,” kata dia.
Kurnia menuturkan Presiden perlu bersikap dalam masalah TWK untuk menjalankan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM. Kedua lembaga itu menemukan pelanggaran prosedur dan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
Kurnia mengatakan Presiden juga harus mengambil sikap sebagai tindak lanjut atas putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019. Putusan MK itu menyatakan proses alih status pegawai tidak boleh merugikan hak pegawai.
Dia mengatakan Presiden Jokowi harus mengambil sikap karena pimpinan KPK telah membangkang terhadap arahannya dengan memecat pegawai. “Jika Presiden tidak segera bersikap, maka marwah Presiden telah runtuh karena instruksinya diabaikan begitu saja oleh Pimpinan KPK,” kata lulusan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini.
Dia mengatakan terakhir, Presiden perlu segera menghentikan kontroversi yang dibikin pimpinan KPK. Terlebih Presiden merupakan pihak yang menyodorkan nama-nama calon pimpinan hingga akhirnya dipilih oleh DPR. “Sebagai pihak yang memilih Pimpinan KPK, Presiden punya tanggungjawab untuk mencegah praktik kesewenang-wenangan mereka,” kata dia.
Adapun KPK telah menyatakan bahwa pemecatan terhadap pegawai sesuai dengan putusan MA dan MK yang menyatakan bawah pelaksanaan TWK sah dan konstitusional. KPK juga membantah bahwa TWK merugikan pegawai. (Tempo)