MK : OJK Perlu Kordinasi Kepolisian terkait Kewenangan Penyidikan

Nasional, Politik7493 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materiil UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (“UU OJK”) terhadap UUD 1945. Permohonan ini diajukan 6 orang Pemohon yaitu  Yovita Arie Mangesti, Hervina Puspitosari, Bintara Sura Priambada, Ashinta Sekar Bidari, Rudi Asnawi, dan Andi Pawelloi.

Dalam putusannya tersebut MK menyatakan 4 permohon pertama tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum). Sedangkan yang lain MK nyatakan memiliki legal standing namun pokok permohonannya ditolak.

“Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV tidak dapat diterima. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua MK Anwar Usman yang  didampingi para hakim konstitusi dalam pengucapan Putusan No. 102/PUU-XVI/2018,  Rabu (18/12/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.

Sebelumnya diketahui para pemohon mengajukan mempermasalahkan frasa “penyidikan” yang ada di dalam pasal 1 angka 1 dan Pasal 9 huruf  c UU OJK dimana dinilai bertentangan terhadap Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sehingga perlu dibatalkan oleh MK. Kemudian selain itu, pemohon juga menjelaskan bahwa permohonan uji materiil yang dimohonkan berbeda dengan permohonan sebelumnya yang diputus melalui Putusan MK No. 25/PUU-XI/2014, sehingga tidak ne bis in idem.

Untuk membatalkan frasa “penyidikan” yang ada di dalam UU OJK tersebut, Para pemohon mempunyai beberapa alasan, yaitu:

OJK adalah lembaga penegak hukum dalam konteks hukum administrasi negara, bukan lembaga penegak hukum dalam konteks pro justisia

” Bahwa oleh karenanya wewenang yang diberikan oleh UU kepada lembaga OJK dalam rangka menjalankan tugas pengawasan disektor jasa keuangan, haruslah diletakan dalam bingkai penegakan hukum administrasi negara, yakni hanya terbatas pada proses pemeriksaan dan/atau penyelidikan, itupun dalam konteks fungsi administratif atau verifikasi laporan seseorang tentang adanya dugaan tindak pidana di sektor jasa keuangan dengan cara mengumpulkan bukti yang cukup sebagai kelengkapan dan kejelasan laporan klarifikasi, laporan hasil kajian, hasil penelitian dan hasil pengawasan dalam rangka penegakan hukum disektor jasa keuangan, bukan dalam pengertian pro justitia sebagaimana diatur dalam KUHAP.”

Selain itu, pemohon menjelaskan wewenang penyidikan lembaga OJK mengaburkan Integrated Criminal Justice System oleh karenanya menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Bahwa diberikannya wewenang penyidikan kepada lembaga financial supervisiory institution seperti OJK tentunya semakin mengaburkan Integrated Criminal Justice System, dimana jika kita mencermati secara sistematis pengaturan wewenang penyidikan dalam UU OJK menimbulkan ketidakjelasan ruang lingkup dan sistem kerja penyidikan serta legalitas penyidik yang ada di lembaga OJK. Hal ini disebabkan karena dalam UU OJK tidak mengatur jenis Tindak Pidana apa dalam sektor Jasa Keuangan baik sektor perbankan ataupun non perbankan yang secara khusus menjadi wilayah wewenang Penyidik yang berada di lembaga OJK.”

Pertimbangan Mahkamah Konstitusi

Dalam pertimbangan hukum MK  sesuai Putusannya No. 102/PUU-XVI/2018 disebutkan bahwa terlebih dahulu MK akan menilai kewenangan OJK yang diberikan oleh undang-undang. Lalu setelah itu, Akan menilai apakah kewenangan penyidikan OJK yang dilaksanakan tanpa koordinasi dengan penyidik kepolisian akan berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan sehingga bertentangan dengan prinsip integrated criminal justice system.

“Menimbang bahwa apabila diletakkan dalam perspektif kewenangan penyidikan yang dimiliki oleh OJK sebagai salah satu lembaga lain yang memiliki wewenang penyidikan selain penyidikan yang dimiliki oleh lembaga Kepolisian, kewenangan demikian dapat dibenarkan. Namun, jikalau kewenangan penyidikan yang dimiliki oleh OJK dilaksanakan tanpa koordinasi dengan penyidik Kepolisian sebagaimana dipersyaratkan terhadap penyidik lembaga lain selain Kepolisian berpotensi adanya kesewenang-wenangan dan tumpang-tindih dalam penegakan hukum pidana yang terpadu. Oleh karena itu, untuk menghindari potensi tersebut, kewajiban membangun koordinasi dengan penyidik Kepolisian juga merupakan kewajiban yang melekat pada penyidik OJK. Dasar pertimbangan demikian tidak terlepas dari semangat membangun sistem penegakan hukum yang terintegrasi sehingga tumpang-tindih kewenangan yang dapat berdampak adanya tindakankesewenang-wenangan oleh aparat penegak hukum maupun pejabat penyidik di masing-masing lembaga dalam proses penegakan hukum dapat dihindari.”

“Menimbang bahwa terhadap argumentasi para Pemohon bahwa kewenangan OJK dalam hal penyidikan dapat mengaburkan Integrated Criminal Justice System karena UU 21/2011 tidak mengatur jenis tindak Pidana dalam sektor Jasa Keuangan perbankan ataupun non-perbankan yang menjadi wewenang Penyidik lembaga OJK, Mahkamah berpendapat, tanpa dikaitkan dengan jenis tindak pidananya, kewenangan penyidikan OJK dapat dibenarkan dan adalah konstitusional sepanjang pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik Kepolisian. Dengan kata lain, terlepas dari jenis-jenis tindak pidana dalam sektor jasa keuangan yang sangat beragam, dengan mengingat tujuan dibentuknya OJK, Mahkamah memandang kewenangan penyidikan OJK adalah konstitusional. Artinya, telah ternyata bahwa kewenangan OJK bukanlah sematamata dalam konteks penegakan hukum administratif semata tetapi dalam batasbatas dan syarat-syarat tertentu juga mencakup kewenangan penegakan hukum yang bersifat pro justitia, sebagaimana telah dipertimbangkan di atas. Tegasnya, demi kepastian hukum, koordinasi dengan penyidik kepolisian sebagaimana dimaksudkan di atas dilakukan sejak diterbitkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, pelaksanaan penyidikan, sampai dengan selesainya pemberkasan sebelum pelimpahan berkas perkara kepada jaksa penuntut umum.”

“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, di mana Mahkamah telah berkesimpulan bahwa kewenangan penyidikan OJK yang merupakan inti dari dalil para Pemohon adalah konstitusional sepanjang dikoordinasikan dengan penyidik Kepolisian, maka dalil para Pemohon selain dan selebihnya oleh karena tidak relevan, sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut. (*)

 

sumber : dokterhukum

banner 336x280