57 Ribu Nasabah Dinilai Sulit Bangkit, Bank Mandiri Antisipasi Kredit Bermasalah
JAKARTA, lintasbarometer.com
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk tengah fokus menganalisis debitur yang telah mendapatkan keringanan kredit atau restrukturisasi. Sebab dari seluruh kredit yang telah direstrukturisasi tersebut, 10-11 persen debitur sulit untuk kembali bangkit.
Hal itu merupakan respons perseroan terhadap perpanjangan Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang restrukturisasi kredit hingga Maret 2022.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan, berdasarkan analisa perseroan, jumlah debitur yang akan mendapatkan keringanan cicilan kredit itu tak akan sebanyak sebelumnya.
“Menurut hemat kami, jumlah debitur yang perlu direstrukturisasi tidak akan terlalu banyak (ke depan), dengan asumsi penanganan COVID-19 tidak lebih buruk dari yang ada sekarang,” ujar Siddik dalam paparan kinerja perseroan kuartal III 2020 secara online, Senin (26/10).
Bank Mandiri telah merestrukturisasi kredit terdampak COVID-19 sebanyak total 525.665 debitur atau senilai Rp 116,4 triliun per 30 September 2020.
Dari jumlah tersebut, 10-11 persennya atau sekitar 57 ribu debitur atau nasabah yang sudah mendapat restrukturisasi kredit itu dinilai sulit untuk bangkit kembali. Sehingga perseroan akan bersiap memasukkan jumlah tersebut menjadi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di tahun depan.
“Dari analisa, yang menurut kami tidak bisa bangkit lagi ada di kisaran 10-11 persen, itu yang kita antisipasi, mungkin tahun depan kita downgrade ke NPL,” jelasnya.