JAKARTA, lintasbarometer.com
Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung RI, Surya Jaya, mengatakan ketentuan tentang denda dalam Pasal 30 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) perlu diubah. Tujuannya agar hukuman denda bagi koruptor tidak bisa digantikan hanya dengan 6 bulan kurungan.
“Indonesia harus mengubah ketentuan tentang denda. Harus meninggalkan pasal 30 KUHP sebenarnya, kenapa? Karena ada orang yang dihukum Rp 100 miliar tapi subsidernya 6 bulan (kurungan),” ujar Surya dalam diskusi daring Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi di kanal Youtube KPK RI, Kamis, 6 Agustus 2020.
Dalam Pasal 30 ayat (2) KUHP disebutkan bahwa jika pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan. Menurut Surya, pasal itu bisa menjadi celah bagi orang ataupun korporasi pelaku korupsi dan pencucian uang untuk menghindari denda.
“Kalau di Indonesia, dijatuhi denda hari ini Rp 1 triliun dendanya korporasi misalnya dia tidak mau bayar, hanya 6 bulan saja (kurungan). Mana mau pilih? Saya lebih baik 6 bulan Pak, silahkan hukum saya, tapi dapat uang Rp 2 triliun. Jadi harus diubah ini pasal 30,” ujar Surya.
Surya menjelaskan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi dan pencucian uang, para pelaku seharusnya tetap membayar denda agar uang negara yang hilang bisa dikembalikan. Namun menurutnya, upaya asset-recovery negara itu bisa gagal hanya karena pelaku memilih hukuman kurungan selama 6 bulan ketimbang membayar denda dalam jumlah besar dengan mengacu pada Pasal 30 KUHP.
Padahal menurut Surya, jumlah denda yang harus dibayar maupun uang negara yang hilang bisa jadi jauh lebih besar dan tak sepadan dengan subsidernya yang hanya 6 bulan kurungan. Oleh karena itu, ia mendorong agar Indonesia meninggalkan Pasal 30 KUHP atau memperketat ketentuan terkait denda agar aset negara terselamatkan.
“Pilih mana Rp 100 miliar dengan 6 bulan (kurungan)? Lebih baik orang pilih subsider, gakbayar denda. Kalau di negara-negara maju denda itu wajib, imperatif, harus kembali,” ujar Hakim Mahkamah Agung.
sumber: Tempo