LIntasbarometer.com
Distrik bisnis Singapura yang biasanya ramai menjadi nyaris sepi pada Selasa (7/4/2020). Sebagian besar tempat kerja ditutup karena negara kota itu sedang lockdown untuk menghambat penyebaran virus corona baru, COVID-19.
Kebijakan lockdown diambil pemerintah setelah ada lonjakan kasus COVID-19.
Singapura yang jadi salah satu pusat keuangan dunia ini pernah menuai pujian karena menggunakan ketegasan dalam melakukan banyak tes virus corona dan melacak kontak orang sakit untuk menjaga wabah tetap terkendali. Namun, kini terjadi lonjakan kasus infeksi baru dalam beberapa hari terakhir.
Singapura sebelumnya menentang jenis tindakan kejam yang terlihat di negara-negara yang dilanda wabah COVID-19 lebih parah. Namun, pemerintah mereka sekarang memerintahkan penutupan semua bisnis yang dianggap tidak penting serta sekolah, dan telah meminta orang untuk tinggal di rumah.
Hanya ada segelintir orang di lapangan utama yang biasanya penuh sesak di kawasan bisnis pada Selasa pagi ketika tempat kerja tutup.
“Rasanya seperti kota mati, semua orang takut, mereka semua bersembunyi di rumah,” kata Jenny Lee, warga yang bekerja di pialang asuransi, kepada AFP. “Semua orang banyak yang menghilang.”
Perdana Menteri Lee Hsien Loong mendesak warga Singapura untuk tetap tinggal di rumah.”Lakukan untuk kami guna mendukung profesional kesehatan kami dengan tetap tinggal di rumah, dan mematuhi langkah-langkah yang disempurnakan di tempat,” katanya.
Sekolah akan ditutup mulai hari Rabu, dengan batasan yang lebih ketat ditetapkan untuk bertahan sebulan.
Data worldometers pada sore ini menunjukkan Singapura memiliki 1.375 kasus COVID-19 dengan 6 kematian. Sejauh ini 344 pasien telah berhasil disembuhkan. Sebanyak 1.375 kasus itu termasuk 66 kasus baru yang dilaporkan hari Senin kemarin.
Walaupun angka-angka kasus dan kematian tergolong rendah dibandingkan dengan banyak negara lain, pemerintah Singapura tetap memutuskan untuk mengambil tindakan setelah ada peningkatan kasus yang ditularkan secara lokal di negara berpenduduk 5,7 juta jiwa tersebut.
Pemerintah pada akhir pekan lalu mengkarantina hampir 20.000 pekerja migran asing selama dua minggu setelah semakin banyak infeksi ditemukan di asrama mereka.
Sejumlah besar pekerja asing, kebanyakan dari Asia Selatan, bekerja di bidang konstruksi dan biasanya tinggal di kompleks asrama yang luas.
Secara global, virus ini telah menginfeksi 1.347.689 orang di 209 negara. Sebanyak 74.782 orang telah meninggal dan 286.463 pasien telah disembuhkan. (SN/ Lbr)