JAKARTA, lintasbarometer.com
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Direktur Sungai dan Pantai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR), Pitoyo Subandrio. Ia dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait pengerjaan subkontraktor fiktif sejumlah proyek PT Waskita Karya.
Selain Pitoyo, KPK memanggil tiga saksi lainnya, yaitu karyawan BUMN sekaligus Pengelola Jalan Tol Pejagan Pemalang, Yusup Adhi, serta dua pegawai PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Desy Subiyatiningsih dan Sapto Wiratno. Mereka dipanggil untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Fathor Rachman (FR).
“Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FR,” ujar Plt Jubir KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (19/2/2020).
Belakangan, KPK intens memanggil serta memeriksa sejumlah saksi dalam perkara ini. Diduga, KPK sedang melakukan pengembangan serta mencari tersangka baru dalam kasus ini.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan mantan Kepala Divisi (Kadiv) II PT Waskita Karya, Fathor Rachman (FR) serta mantan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya, Yuly Ariandi Siregar (YAS) sebagai tersangka.
Kedua pejabat Waskita Karya tersebut diduga telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, terkait proyek fiktif pada BUMN. Sedikitnya, ada 14 proyek infrastruktur yang diduga dikorupsi oleh pejabat Waskita Karya. Proyek tersebut tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, dan Papua.
Fathor dan Ariandi diduga telah menunjuk empat perusahaan sub kontraktor untuk mengerjakan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan Waskita Karya.
Empat perusahaan sub kontraktor yang telah ditunjuk Ariandi dan Fathor tidak mengerjakan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Namun, PT Waskita Karya tetap melakukan pembayaran terhadap empat perusahaan sub kontraktor tersebut.
Selanjutnya, perusahaan-perusahan subkontraktor tersebut menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi.
Diduga, telah terjadi kerugian keuangan negara sekira Rp186 miliar. Perhitungan kerugian keuangan menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya epada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif.
Atas perbuatannya, dua pejabat PT Waskita Karya itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. (Lbr/Jas)
sumber : Okezone