Simak Vidionya, Viral Yel-yel Salam Pramuka Berbaur Sarah

banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

salah satu orang murid SD Negeri Timuran, Brontokusuman, Mergangsang, Kota Yogyakarta, DIY, Jumat Soreh 10 Januari 2020 menjemput anaknya; anaknya belum keluar dari Kelas.

banner 336x280

K menunggu anaknya keluar Kelas, ia melihat kegiatan pembinaan Pramuka yang dilakukan oleh Kwarcab Kodya Yogyakarta.

K melihat (dan mendengar) seorang pembina Pramuka mengajarkan yel-yel berbau SARA. K ‘publikasikan’ temuan tersebut melalui WA. Menurut K, Senin 13 Januari 2020,

“Baru tau saya ada pembina pramuka yang ngasih pembinaan ke anak SD Negeri dengan mengajarkan tepuk rasis.

Salah satu pembina mengajarkan tepuk Islam di mana di akhir tepuk ada yel-yel Islam Islam yes Kafir Kafir No.

Sebagai ortu siswa aku proteslah, ini nih biang kerok perpecahan dan penabur kebencian, ke-Bhinekaan Pramuka tercoreng oknum pembina berakal tumpul.

Awalnya semua bernyanyi normal aja, lalu tiba-tiba ada salah satu pembina putri masuk dan ngajak anak-anak tepuk Islam.

Saya kaget karena di akhir tepuk kok ada yel-yel “Islam Islam yes, kafir kafir No”.

Spontan saya protes dengan salah satu pembina senior, saya menyampaikan keberatan dengan adanya tepuk itu, karena menurut saya itu mencemari kebinekaan Pramuka.

Pembina senior itu menyampaikan permintaan maaf dan menyelesaikan dengan pembina terkait.

Dalam hal ini sekolah sama sekali tidak tahu menahu peristiwa ini karena ini pembina praktik dari kwarcab bukan sekolah, sekolah hanya ketempatan aja untuk praktik. SDN Timuran sendiri termasuk open dengan keberagaman,”

Pengakuan Kepala Sekolah SD Negeri Timuran, Esti Kartini,

“Saya belum tahu informasi tersebut dan justru baru mengetahui ketika wartawan datang ke sekolah. Saya justru baru tahu ketika wartawan ke sini.

Memang benar pada Jumat 10 Januari 2020 ada kegiatan Pramuka. Namun, SDN Timuran hanya ketempatan, sebab acara diadakan oleh Kwarcab Kota Yogyakarta.”

Tanggapan Wakil Wali Kota Yogyakarta

Wakil Wali Kota Kota Yogyakarta yang juga Ketua Kwarcab Pramuka Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, mengatakan bahwa

“Kursus mahir lanjutan (KML) memang diadakan Kwarcab Kota Yogyakarta. Peserta tidak hanya dari Kota Yogyakarta saja, tapi dari berbagai daerah.

Jadi intinya sebenarnya kami Kwarcab Kota Yogyakarta sedang mengadakan kursus mahir lanjutan (KMl) bagi para pembina-pembina.

Kami buka secara terbuka, pesertanya itu dari Yogya Kota ada, Sleman ada, Bantul ada, Gunungkidul ada, Magelang ada. Macem-macem pesertanya.

Jadi pembina-pembina jumlahnya 25 sesuai dengan golongan masing-masing. Ada siaga, penggalang, penegak, dan sebagainya.

Yel-yel berbau sara itu dibuat spontan oleh pembina Pramuka dari Gunungkidul. Saat itu perserta tengah praktik.

Sebenarnya di microteaching tidak ada diajarkan tepuk pramuka yang seperti itu, nggak ada. Nah, tiba-tiba peserta ini menyampaikan tepuk seperti itu.

Pembina setempat pada saat itu setelah mendapat laporan dari salah satu yang ada di sana kemudian di akhir salah satu wakil Ketua Kwarcab menyatakan pada peserta pada anak-anak bahwa tepuk itu tidak ada dan dianggap tidak ada.

Sekaligus menyampaikan permintaan maaf karena membuat tidak nyaman.”

Jelas. Bahwa ada Pembina Pramuka, yang seharusnya menjadi teladan dalam membangun Toleransi, Saling Menghargai, Saling Menghormati, justru sebaliknya.

Sengan demikian, agar tidak terulang seperti di DIY, maka perlu evaluasi ulang terhadap para Pembina Pramuka di DIY, bahkan Seluruh Indonesia. Siapa tahu, case di SDN Timuran, DIY tersebut merupakan puncak Gunung Es.

Selain itu, perlu pembinaan terhadap para Pembina Pramuka, mereka, secara terencana atau pun spontan, mengajarkan hal-hal yang menyimpang dari 4 Pilar Utama Berbangsa dan Bernegara serta tidak menyampaikan narasi sentimen SARA. (*)

 

sumber : OPA JAPPY  KANAL IHI

banner 336x280