Tersangka Mafia Peradilan Mangkir dari Panggilan KPK

banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Tiga tersangka dugaan mafia peradilan di Mahkamah Agung (MA) 2011-2016 mangkir dari panggilan KPK. Ketiganya, yakni eks sekretaris MA, Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, mangkir dari pemanggilan sebagai tersangka.

“Sampai sejauh ini, dicek tadi ke teman-teman penyidik memang tidak ada keterangan dari ketiga saksi tersebut, yang seyogyanya hari ini memang akan diperiksa sebagai saksi,” kata Plt juru bicara KPK bidang penindakan, Ali Fikri, di kantornya, Jumat (3/1).

“Namun sampai sore hari, tidak ada keterangan alasan apa sehingga mereka tidak bisa hadir ya,” sambungnya.

Ali mengatakan, penyidik akan menjadwalkan ulang pemanggilan untuk ketiganya. Namun, Ali belum bisa memastikan kapan mereka dipanggil.

“Sesuai dengan prosedur memang kami merencanakan akan memanggil ulang jadwalnya nanti kapan, nanti kami infokan, ya, tapi memang tadi dari tim penyidik akan memanggil ulang,” sambung dia.

KPK memastikan mengirim surat panggilan ke alamat tempat tinggal ketiga tersangka. Sehingga, tak benar jika ketiganya belum mendapatkan surat panggilan.

“Dari tim penyidik kami bisa memastikan tadi bahwa itu surat sudah diterima ya sudah dilayangkan ke alamat-alamat yang ada ketiga-tiganya itu, ke rumahnya,” ungkap Ali.

Sebelumnya, kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail, mengklaim, ia belum menerima kabar pemanggilan KPK terhadap kliennya itu.

“Saya tidak punya informasi bahwa beliau dipanggil oleh KPK,” kata Maqdir saat dihubungi terpisah.

Dalam perkara ini, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky. Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT.

Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji 9 lembar cek dari Hiendra terkait perkara PK di MA. Namun diminta kembali oleh Hiendra karena perkaranya kalah dalam persidangan.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA, serta Permohonan Perwalian.

 

sumber : kumparan

banner 336x280