JAKARTA, lintasbarometer.com
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Bupati Kampar tahun 2011-2016 Jefri Noer, Kamis (21/1/2021).
Jefri Noer dimintai keterangan terkait dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Waterfront City Bangkinang Kabupaten Kampar tahun anggaran 2015-2016.
“Hari ini, dijadwalkan saksi untuk ADN (Adnan, red) terkait tindak pidana pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jembatan Waterfront tahun 2015-2016,” ujar Ali.
Selain Jefri Noer, penyidik juga memeriksa mantan Ketua DPRD Kampar tahun 2014, Ahmad Fikri.
KPK juga memanggil Indra Pomi selaku Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Kampar tahun 2015-2016.
Saat ini, Indra Pomi menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Pekanbaru.
Pemeriksaan dilakukan di Mapolda Riau,, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru. “Pemeriksaan di Kepolisian Daerah Riau, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 235, Pekanbaru, Riau,” sebut Ali.
Dalam perkara ini, penyidik KPK telah menetapkan dua orang tersangka, yakni Adnan yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan proyek yang bermasalah itu, dan I Ketut Suarbawa (IKT), Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) Tbk/Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Kedua tersangka sudah ditahan sejak 29 September 2020. Para tersangka itu ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang KPK pada Gedung Merah Putih KPK.
Masa penahanan dua tersangka itu telah diperpanjang hingga 26 Januari 2021 mendatang. Perpanjangan masa penahanan itu merupakan kali kedua yang dilakukan penyidik KPK. Dimana perpanjangan pertama dilakukan pada 19 Oktober 2020 hingga 27 November 2020.
KPK menetapkan ADN dan IKT dengan dugaan para tersangka telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan Jembatan WFC atau Jembatan Bangkinang Tahun Anggaran 2015-2016 di Kabupaten Kampar, Riau.
Dalam proses penyidikannya, KPK telah memeriksa puluhan orang saksi yang terdiri dari pihak Pemkab Kampar, Pokja PBJ Kampar, DPRD Kampar, peserta lelang, pelaksana proyek dan pihak sub kontraktor. KPK juga telah meminta keterangan ahli pengadaan barang dan jasa dan ahli konstruksi.
Atas perbuatannya, dua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun konstruksi perkaranya yaitu, Pemerintah Kabupaten Kampar mencanangkan beberapa proyek strategis, diantaranya adalah Pembangunan Jembatan Bangkinang atau yang kemudian disebut dengan Jembatan WFC.
Pada pertengahan 2013, diduga tersangka ADN mengadakan pertemuan di Jakarta dengan tersangka IKT, selaku Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya (Persero) dan beberapa pihak lainnya. Dalam pertemuan itu, ADN memerintahkan pemberian informasi tentang desain jembatan dan Engineer’s Estimate kepada IKT.
Kemudian pada 19 Agustus 2013, Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kampar mengumumkan lelang Pembangunan Jembatan WFC Tahun Anggaran 2013 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi. Lelang ini dimenangkan oleh PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Pada Oktober 2013, ditandatangani Kontrak Pembangunan Jembatan WFC Tahun Anggaran 2013 dengan nilai Rp15.198.470.500,00 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi jembatan dan masa pelaksanaan sampai 20 Desember 2014.
Setelah kontrak tersebut, ADN meminta pembuatan Engineer’s Estimate Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2014 kepada konsultan, dan IKT meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan.
KPK menduga kerjasama antara ADN dan IKT terkait penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ini terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya sampai pelaksanaan pembangunan Jembatan WFC secara tahun jamak yang dibiayai APBD Tahun 2015, APBD Perubahan Tahun 2015 dan APBD Tahun 2016.
Atas perbuatan ini, ADN diduga menerima uang kurang lebih sebesar Rp1 miliar atau 1 persen dari nilai nilai kontrak. Diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka.
Dalam proyek ini terindikasi telah terjadi kerugian keuangan negara setidaknya Rp50 miliar dari nilai proyek pembangunan jembatan WFC secara tahun jamak di Tahun Anggaran 2015 dan 2016 dengan total nilai kontrak Rp117,68 miliar. (Clh/ Lbr)