ROHUL, lintasbarometer.com
cukup sudah periode ini masarakat Tambusai timur,tingkok,lubuk soting terzolimi oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Hutahaean yang sengaja membuka lahan masarakat dengan iming iming pola KKPA.
Anggota DPRD Rokan Hulu Budiman Lubis kembali menegaskan, agar Pemerintah Pusat hingga, Kabupaten Rokan Hulu dan Kantor Agraria Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional ( BPN) untuk tidak memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) PT Hutahaean wilayah dalu-dalu Kecamatan Tambusai tidak diperpanjang lagi karna sudah mengingkari segala bentuk perjanjian yang sama sama diseakati.
Dibeberkan Anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra, PT Hutahaean yang bergerak bidang Perkebunan Kelapa Sawit dan PKS di wilayah Tambusai disebutkan hanya mengantongi HGU seluas 4.614.34 hektar dari Afdeling 1-7,
berdasarkan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) tanggal 1 Juli 1993.
Namun, dalam praktiknya, perusahaan itu malah menggarap seluas 5.366 hektar. Kelebihan ratusan hektar itu, diduga tanpa sesuai aturan yang berada di Afdeling 8 dengan luas lahan 835 hektare.
Lanjut Budiman pada tahun 1997 setelah ada perjanjian kerjasama dengan KUD Setia Baru dalam pola KKPA, PT Hutahaeyan lagi memohon penambahan HGU seluas 2380 ha ke Kementrian Kehutanan dan Perkebunan saat itu.
Namun hingga sekarang HGU yang dimohonkan PT Hutahaean itu, menurut Budiman, tidak diberikan pemerintah karena bermasalah dengan masyarakat Tiga Desa sekarang, Desa Tambusai Timur, Desa Lubuk Soting dan Desa Tingkok, dan lahan itu berada di Afdeling 8 hingga kini masih dikuasai.
“Aneh nya, pada tahun 1997 PT Hutahaeyan memohon HGU seluas 2380 hektar ke kementrian dan mengapa hutahaeyan membuat perjanjian 2380 hektar KKPA dengan KUD Setia Baru, sedangkan dari penyampaian pengurus KUD Setia Baru, lahan 2380 tanpa diukur dan pihak PT Hutahaeyan membuat luasnya sepihak. Ada apa antara pengajuan HGU 2380 hektar dengan perjanjian 2380 mitra KKPA, saya menilai ini sengaja mengelabui masyarakat untuk tidak mendapatkan haknya,” tutur Budiman kepada group Media ini Jumat, (18/6/2020) dan ia menjelaskan perjanjian itu dibuat tahun 2001 lalu.
Untuk diketahui terkait lahan PT Hutahaean Tambusai itu, pernah terungkap pada mediasi oleh komisi II DPRD Rohul saat itu, catatan Dinas Perkebunan dan Perikanan (Disnakbun) Pemkab Rohul, terkait lahan dikuasai saat ini PT. Hutahaean di Tambusai Timur itu, memang tidak ada Hak Guna Usaha (HGU) hanya ada Izin Usaha Perkebunan (IUP) 2.800 Hektar.
“Catatan Dinas Perkebunan dan Kehutanan saat itu hanya IUP 2800 ha, namun alasan PT Hutahaean pada masalah ini yang sudah beberapa kali mediasi, karena pola kerjasama tidak terlaksana sesuai SK perjanjian awal,”
“Selain dari lahan Tambusai Timur juga PT Hutahaean miliki lahan lain diwilayah Kecamatan Tambusai yang ada HGU nya seluas 4800 hektar,” kata Kepala Bidang Prasarana, Sarana dan Penyuluhan Disnakbun Rohul, Samsul Kamar saat itu.
Sementara itu mewakili Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rokan Hulu Kasi Permasalahan Misdawati membenarkan ada lahan Tambusai Timur di PT Hutahaean tidak ada HGU dan hingga saat ini belum diurus perusahaan perkebunan kelapa sawit itu.
“Yang ada HGU PT. Hutahaean sesuai data BPN, sebelumnya lahan PT. Hutahaean awalnya hutan yang dikonversi menjadi lahan Perkebunan seluas 4634 hektar sejak tanggal 1 Juli 1993- 11 Desember 2028, berubah menjadi 4.634, 34 hektar dan saat ini menjadi 4.800 hektar sejak tanggal
27 November 1997 yang terletak diwilayah lain di Kecamatan Tambusai.
“Jadi di lahan masyarakat Desa Tambusai Timur, Lubuk Soting dan Tingkok yang dikuasai saat ini PT. Hutahaean Tambusai Dalu-dalu, memang belum mengantongi HGU sampai saat ini.”tegas kasi permasalahan BPN Rohul.
Lanjut Budiman, kalau dilakukan pengukuran ulang lahan PT Hutahaean itu oleh BPN akan ketahuan berapa kelebihan lahan yang dikelola dan meminta apabila lebih dari HGU untuk ditertibkan,jika tidak diurus HGU nya disita saja kembalikan ke negara.”pungkas Budiman mengakhiri. (Lbr)