Garap Proyek Rp 800 T, Pertamina Libatkan Industri Dalam Negeri

Ekonomi, Nasional, Politik7791 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

PT Pertamina (Persero) terus mempercepat pembangunan kilang, sekaligus mengoptimalkan keterlibatan industri dalam negeri pada proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR). Optimalisasi itu dilakukan melalui pembentukan Tim Percepatan Pembangunan Kilang PT Pertamina (Persero).

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, proyek Refinery Development Master Plan dan Grass Root Refinery Pertamina yang tersebar di beberapa lokasi yakni Dumai, Plaju, Cilacap, Balongan, Balikpapan, Tuban, dan wilayah lainnya di Indonesia Timur sudah berjalan sampai tahun 2027. Proyek dengan investasi hampir mencapai Rp 800 triliun tersebut merupakan peluang besar bagi industri nasional untuk berpartisipasi semaksimal mungkin sehingga dapat menumbuhkan kemandirian manufaktur dalam negeri.

“Kesempatan ini harus ditangkap karena proyek sebesar ini tidak akan pernah terjadi lagi kapan pun dan di belahan dunia mana pun,” kata Nicke dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 Januari 2020.

Dia mengatakan proyek RDMP/GRR Pertamina tersebut memerlukan pembangunan fasilitas penunjang lainnya seperti storage dan kapal. Hal itu menjadi kesempatan langka bagi industri dalam negeri karena menciptakan kebutuhan yang banyak.

Menurut Nicke, pengadaan peralatan merupakan salah satu porsi terbesar yang berpengaruh pada percepatan pembangunan kilang Pertamina sehingga diperlukan peningkatan peran industri manufaktur dalam negeri. Meningkatnya peran serta industri manufaktur dalam negeri, kata dia, secara tidak langsung akan mendukung program Tingkat Komponen Dalam Negeri yang dicanangkan oleh Pemerintah.

Dia menuturkan pada RDMP Balikpapan persentase tingkat komponen dalam negeri akan mencapai 35 persen. Sementara itu, pada Refinery Development Master Plan Cilacap, Grass Root Refinery Tuban, dan Integrated Refinery and Petchem Balongan, TKDN akan mencapai 50 persen. Bahkan pada kilang di Balongan Tahap II, komponen dalam negerinya hingga 60 persen, di Balongan Tahap I dan RDMP/GRR di wilayah Indonesia Timur persentasenya antara 70 – 90 persen.

“Dalam setiap pengembangan dan pembangunan proyek kilang, Pertamina memastikan adanya penggunaan produk atau jasa dari dalam negeri dengan persentase yang bervariasi untuk tiap lokasi proyek,” ujarnya.

Untuk mengoptimalkan pelibatan industri, menurut Nicke, melalui TP2KP, Pertamina akan bersinergi dengan PT Barata Indonesia selaku Ketua Tim Percepatan Pengembangan Industri Manufaktur dan didukung oleh PT Rekayasa Industri, PT Krakatau Steel, dan terutama Asosiasi Fabrikator Indonesia (AFABI).

Untuk memastikan TP2KP dapat memberikan hasil yang optimal, Pertamina akan meminta bantuan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan asesmen kemampuan dan kapasitas manufaktur dalam negeri. Sementara itu, kata dia, Kementerian Perindustrian diharapkan dapat memfasilitasi komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait, seperti Direktorat Jenderal Pajak, DBC, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP), dan lain-lain.

“Kami telah berkomunikasi secara intensif dengan anggota TP2KP, melakukan diskusi terfokus yang dihadiri oleh Kementerian Perindustrian dan BPPT. Hasilnya, diperoleh 10 topik bahasan, yang akan ditindaklanjuti oleh 5 Kelompok Kerja (Pokja) setelah pelaksanaan Kick Off hari ini,” ujar Nicke.

Kelima Pokja tersebut akan melaksanakan tugas masing-masing yakni kepastian pasar, pendampingan manufaktur, insentif pajak, pinjaman lunak, dan melakukan kajian atas peraturan yang berpotensi menghambat percepatan pembangunan kilang Pertamina. (Tempo/Lbr)

 

banner 336x280