ASAHAN, lintasbarometer.com
Pemerintah Daerah Kabuparen Asahan, bekerjasama dengan Pemerintah Kota Tanjung Balai dan LPPM Universitas Sumatera Utara menggelar Seminar Nasional tentang Sedimentasi di Sungai Asahan dan Sungai Silau, di Aula Hotel Sabty Garden Kisaran Senin, (13/01/2020).
Turut hadir perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Perwakilan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI, Perwakilan Menteri Perdagangan RI, Menteri Perhubungan, Ditreskrimsus Kombes Pol. Rony Samtana, SIK, MTCP, Bupati Asahan, Walikota Tanjung Balai, Dandim 0208 Asahan, Danlanal Tanjung Balai Asahan, Ketua Pengadilan Negeri Kisaran, Kapolres Asahan, Kapolres Tanjung Balai, Ketua DPRD Asahan, Ketua DPRD Tanjung Balai, Perwakilan Kajari Asahan, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, Anggota DPRD Kab. Asahan dan Tanjung Balai.
Inisiator sekaligus tokoh masyarakat Febriandi Saragih dalam sambutannya mengatakan, seminar ini dilatarbelakangi oleh buruknya kondisi sedimentasi di Sungai Asahan yang meresahkan.
Ia menyebut, terdapat banyak kajian yang mendukung pernyataan ini, salah satunya adalah kajian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sumatera Utara (LPPM USU) yang menyimpulkan bahwa timbulan sedimentasi di sepanjang Sungai Asahan berkontribusi terhadap perusakan lingkungan, berdampaknya layunya ekonomi dan problematika sosial.
“Dan solusi dalam persoalan ini hanya dengan mengeruk Sedimentasi, akan tetapi terdapat tantangan dan hambatan jika pengerukan pengerukan. Inilah yang akan kita cari solusinya, ” ujarnya.
“Sebelumnya kami telah berupaya untuk menyuarakan permasalahan ini kepada Pemerintah Pusat sebagai stekholder kunci problema ini. Namun demikian sampai sekarang belum terlihat progres yang positif. Oleh karenanya, hari ini kami mengundang Kementerian yang terkait, jajaran Pemerintah Daerah, Akademisi dan masyarakat untuk hadir dan berdiskusi bersama dalam mencari solusi permasalahan yang kita hadapi, ” ucapnya.
Bupati Asahan, H. Surya BSc pada pidatonya menyampaikan, bahwa seminar ini dilaksanakan karena jumlah tumpukan sedimentasi pada Sungai Asahan sudah sangat besar.
“Berdasarkan hasil penelitian balai pengkajian dan penerapan teknologi pada Tahun 2013 bahwa volume sedimentasi sebesar 10.185. 308 meter kubik sehingga mengakibatkBan pendangkalan sungai, daya tampung sungai menurun sehingga air meluap kepermukiman masyarakat dan terjadilah banjir pada khususnya pada waktu-waktu curah hujan tinggi, ” ujar Surya.
Dia juga mengatakan pada tahun 2018, banjir Sungai Asahan terjadi 15 kali pada 6 titik dengan tinggi rata-rata genangan 80 cm, total luas areal pemukiman yang tergenang seluas 173. 910 meter kubik per segi dengan jumlah rumah sebanyak 2. 541unit, panjang jalan lingkungan yang rusak sepanjang 9. 175 meter dan 3 unit jembatan yang rusak, jumlah sekolah yang rusak sebanyak 8 unit, jumlah penduduk yang sakit sebanyak 78 orang dengan 10 kasus penyakit, dan sebanyak 500 nelayan terganggu perekonomiannya.
” Tingginya sedimentasi pada Sungai Asahan ini juga sangat mengganggu kelancaran aktivitas pelayaran kapal yang melintas pelabuhan Bagan Asahan dan Pelabuhan Teluk Nibung sehingga mempengaruhi minat investor untuk meningkatkan nilai investasinya di kawasan sekitar,” ungkap Surya.
“Untuk. itu, sedimentasi pada Sungai Asahan ini sudah sangat penting untuk segera ditangani, Sungai Asahan perlu segera dinormalisasi, ” ujarnya.
Mengakhiri sambutannya, Bupati Asahan sangat berharap kiranya sedimentasi yang selama ini merupakan limbah dapat diubah agar menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
“Sehingga nantinya dapat mendongkrak perekonomian kabupaten Asahan sesuai dengan arahan 5 fokus kerja Presiden pada tahun 2019-2024 yaitu pembangunan insfrastruktur dengan prioritas utama mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat,” pungkasnya.
Kapolda Sumatera Utara yang diwakili Ditreskrimsus Kombes Pol. Rony Samtana, SIK, MTCP menyampaika, bahwa Kapolda Sumatera Utara memandang Seminar Nasional ini memiliki nilai yang sangat strategis tentang bagaimana kita secara bersama-sama mencari solusi atas permasalahan sedimentasi yang telah ada puluhan tahun yang lalu.
Dia menyebut, hadir di sini untuk menyampaikan beberapa poin-poin dari Kapolda Sumatera Utara yang nantinya mungkin bisa menjadi masukan maupun pertimbangan bagi kita yang hadir pada acara seminar ini, sehingga kita mendapatkan beberapa poin strategis yang bisa menjadi rekomendasi kepada pihak-pihak terkait baik di daerah maupun di pusat.
“Jika saat ini kita berbicara tentang kondisi Sungai Asahan dan Sungai Silau, sebetulnya bisa kita pandang bentuk kegagalan dari hadirnya Negara di Sungai Asahan maupun Sungai Silau. Karena seharusnya Negara dapat memastikan sendi-sendi kehidupan perekonomian sosial masyarakat dan juga dapat mensejahterakan rakyatnya dari berbagai literatur yang ada, ” ucapnya.
Untuk itu Dia berharap normalisasi ini jangan dianggap sebagai sebuah kegiatan sesaat saja tetapi dapat berkelanjutan. Pemerintah juga diharapkan dapat bekerjasama dengan pihak swasta yang memiliki sumber anggaran yang tidak terikat dengan sistem penganggaran negara, tetapi tentunya pihak swasta akan meminta kompensasi dalam hal tersebut.
Untuk itu diharapkan Pemerintah dan pihak swasta membuat skema kerjasama, sehingga nantinya kerjasama yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan menguntungkan kedua pihak antara Pemerintah dan pihak swasta.
Kepada para peserta yang hadir pada seminar tersebut, Kapolda Sumut meminta untuk menyamakan persepsinya bahwa kita hadir di sini ntuk bersama-sama mencari solusi dan akar masalah.
“Jadi saya meminta untuk mengesampingkan kepentingan ego sektoral kita masing-masing, walaupun kita yang hadir saat ini dari berbagai latar belakang pendidikan, keilmuan dan kepentingan yang berbeda, tetapi saat ini mari kita satukan persepsi kita untuk kepentingan negara dan bangsa, karena itu merupakan hal yang paling utama,” ujarnya.
Dari materi yang disampaikan para narasumber maka didapat beberapa saran yang dikemukakan oleh para pemateri.
Prov. Dr. Ir. Darma Bhakti MS memberikan saran dari aspek sosial, lingkungan dan ekonomi yakni melihat kondisi Sungai Asahan dan Sungai Silau yang sudah kritis dan berbahaya maka dimohon kepada Pemerintah Pusat untuk memberikan izin pengerukan sesegera mungkin.
“Dan memanfaatkan hasil kerukunan untuk menimbun kawasan daratan yang rendah dan tergenang dan menjual secara komersial pasir dan lumpur, baik dijual untuk pembangunan jalan tol di dalam negeri maupun dijual ekspor ke negara tetangga, untuk menguranggi dampak curah hujan yang diperkirakan akan semakin tinggi,” ujarnya.
Untuk itu disebutkan hanya ada dua cara yang dapat dilakukan pemerintah, BUMN dan masyarakat, pertama usaha mitigasi yaitu Pemerintah Pusat dan Daerah memperbaiki DAS Asahan dan memulihkan bantaran sungai. Namun dampak positifnya akan dirasakan setelah 20-30 tahun yang akan datang yaitu ketika hutan betul-betul sudah baik.
Memperbaiki DAS artinya memperkuat daya tahan lingkungan terhadap perubahan iklim. Kedua, usaha adaptasi yaitu mengeruk Sungai Asahan dan Sungai Silau, memperdalam drainasi kota dan desa serta membuat aturan yang tegas untuk melarang masyarakat membuang sampah sembarangan.
Untul itu fasilitas penunjang agar peraturan itu berjalan Pemerintah harus menyediakan fasilitas tempat sampah yang cukup, TPS serta TPA memperbaiki sistem pengelolaan sampah.
Sedangkan Prov. Dr. Tan Kamelo, MH memberikan saran yakni rekomendasi yang diharapkan adalah sedimentasi pasir yang terdapat pada posisi wilayah Sungai Silau dan Sungai Asahan wajib dilakukan pengerukan sepanjang tidak melanggar peraturan perundang-undangan, tidak merusak lingkungan hidup dan dapat memberikan kemakmuran bagi masyarakat Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Asahan dan Kota Tanjung Balai.
“Adanya larangan ekspor dalam Peraturan Menteri Perdagangan adalah tidak tepat karena perlu disikapi dengan pengecualian norma hukum sebagai suatu kebijakan hukum yang harus menguntungkan masyarakat di era negara kesejahteraan,” ujarnya.
Walid Ananti Dilimunte SIP, MA memberikan saran dari aspek pariwisata yakni diperlukan perencanaan yang terpadu Rencana Induk Perkembangan Kepariwisataan (RIPPARKAB) didasari oleh data, keterangan dan fakta. (Bagus/Tim P2R)