PEKANBARU, lintasbarometer.com
Gubernur Riau Syamsuar akhirnya resmi menyampaikan surat usulan penambahan kuota solar untuk Provinsi Riau kepada Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi dan Gas (BPH Migas).
Surat tersebut berkaitan dilayangkan sebagai upaya mencegah terjadinya antrean panjang kendaraan yang bisa memicu aksi protes masyarakat terhadap kondisi ketersediaan bahan bakar minyak jenis solar yang sudah berlangsung selama beberapa bulan terakhir.
Dalam rilis resminya, sebagaimana dilansir dari Mediacenter, disebutkan, Pemprov Riau telah melayangkan surat nomor 541/DESDM-02/765 yang ditujukan kepada BPH Migas.
Ada pun usulan penambahan kuote solar tersebut dilakukan merujuk pada Peraturan Presiden nomor 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak.
Selanjutnya Surat Kepala BPH Migas nomor T-273/MG.05/BPH/2020 tanggal 31 Januari perihal penyampaian kuota jenis bahan bakar minyak tertentu tahun 2022.
Adapun isi dari surat tersebut adalah sebagai berikut:
Bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut, yaitu realisasi pemakaian Biosolar di kabupaten/kota se Provinsi Riau periode 1 Januari 2022 sampai 6 Maret 2022 mencapai 157.760 KL atau 19,85 persen dari kuota yang telah ditetapkan sebesar 794.787 KL, dan dengan pemakaian rata-rata Biosolar harian lebih kurang 2427 KL dari kuota Provinsi Riau diperkirakan hanya tersedia sampai minggu ke 4 November 2022 sebagaimana data-data terlampir.
Selanjutnya, penyaluran Biosolar yang dilakukan saat ini berimbas kepada antrian dan menimbulkan kerumunan serta mengganggu lalu lintas hampir di seluruh SPBU penyedia biosolar di Provinsi Riau.
Realisasi Biosolar tahun 2021 dalam kondisi pandemi COVID-19 dengan pembatasan intensitas kegiatan masyarakat mencapai 825.979 KL. Sementara pada Tahun 2022 dalam upaya kegiatan pemulihan perekonomian serta peningkatan distribusi logistik sejak awal tahun, kuota tahun 2022 justru mengalami penurunan hingga 4%. Jika dibandingkan lagi dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dan kenaikan jumlah kendaraan pengguna Biosolar maka hal ini semakin kontraproduktif.
Bahwa 40% dari 9.2 juta KL produksi Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel untuk program B30 dalam negeri dipasok oleh 9 produsen BBN yang berada di Provinsi Riau dan dilakukan proses pencampuran di kilang RU II Dumai
“Dan kontraktor kontrak kerja sama KKKS yang beroperasi di Provinsi Riau menghasilkan lebih kurang 180.000 BOPD atau 27% dari total lifting Indonesia tahun 2021 dan merupakan penghasil kedua terbesar di Indonesia,” kata Gubri
Berkenaan dengan hal-hal tersebut diatas yang berpotensi menimbulkan polemik dan gelombang protes di masyarakat, untuk itu Pemerintah Provinsi Riau telah melakukan beberapa upaya, antara lain : menerbitkan Surat Edaran Gubernur Riau nomor 27 2///2021 tanggal 14 Desember 2021 tentang pengendalian distribusi jenis Bahan Bakar Minyak tertentu jenis minyak solar Bersubsidi di Provinsi Riau. (Rls)