Petani Malang, Ramna Nasution Ibu dari Tiga Orang Anak Butuh Keadilan

banner 468x60

ROHUL, lintasbarometer.com

banner 336x280

Masyarakat di Kabupaten Rokan Hulu kembali heboh. Pasalnya, belum kelar kasus Iwan petani miskin yang diduga bakar lahan, kini muncul lagi Ramna Nasution (40) emak emak yang dijeruji kasus yang sama.

Ramna Nasution, warga Lubuk Sotong kecamatan Tambusai, Rohul ini dikenakan pasal berlapis dengan tuduhan sebagai penyebab asap yang mengepul di tahun 2019 lalu.

Ramna diketahui juga merupakan ibu dari tiga anaknya yang terbilang masih kecil- kecil. Kini, demi menjalani proses hukum, Ramna terpaksa meninggalkan ketiga anaknya yang membutuhkan kasih sayang dari seorang ibu.

Menyikapi itu, pakar lingkungan Dr.Elviriadi mengatakan kasus kasus serupa itu sedang marak di Riau. Dia meminta penegak hukum supaya mengikuti petunjuk peraturan perundangan secara cermat dan objektif.

“Ya, saya kira yang begini-begini kan hanya ultimum remedium (pemidanaan sebagai alternatif terakhir).

Substansi perkara Karhutla itu di hulu, pada kebijakan ijin penggundulan hutan dan perusakan gambut oleh pemodal besar,” katanya.

Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah Riau itu menambahkan, UU No.23  Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH itu merupakan delik materil. Begitu juga UU turunannya seperti UU Perkebunan, Pertambangan, dan lainnya.

” Karena kan perbuatan melawan hukum itu merugikan pihak lain, maka Karhutla harus diungkap kerugian yang ditimbulkan. Kerugian mutu udara ambien, kesehatan, gangguan ekosistem, seperti apa? Masak petani kecil yang membakar meter-meteran tak ada delik materil mau di pidana berat?” sindir dosen UIN Suska Riau itu.

Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu menegaskan, definisi “membakar lahan” itu harus jelas dan terukur.

” Yang layak di pidana itu seperti apa? Harus jelas dong, apa motif, luas lahan, dampak ekologis, kerugian materi dan pelanggaran etika sosial-bernegara,” jelasnya.

“Oleh itu, Pasal 69 ayat 2 UUPLH itu membolehkan dalam ukuran tertentu sesuai praktik kearifan lokal. Negara toch memberi ruang masyarakat untuk mengelola hak atas sumberdaya alam yang dimiliki. Hukum pidana  diterapkan hanya terhadap perbuatan perbuatan yang sangat tidak benar secara etis (hoog ethische omwarde), ” bebernya.

Pria gempal yang sering jadi saksi ahli di persidangan itu berharap pemerintah jujur dan proporsional dalam mengatasi Karhutla di tanah air.

” Penekanan pada TNI/Polri untuk memadamkan api itu kurang menyentuh persoalan serta memicu ketegangan sosial baru. Harusnya penyelesaian dari hulu; evaluasi aktor pemain gambut yang menimbulkan Karhutla gila gilaan tiap tahun,” pungkas tokoh muda Selatpanjang yang istiqamah gunduli kepala demi nasib hutan

Ditempat terpisah pihak keluarga mengucapkan terima kasih atas kepedulian adek adek mahasiswa terhadap nasib masarakat Rokan hulu yang berladang untuk  menanam padi dan sayuran “kami dari dulu ditakdirkan untuk berladang dan menanam padi pak hakim,”ucap Ramna dengan nada lirih.(h.nst)

banner 336x280