PEKANBARU, lintasbarometer.com
Sengketa lahan antara Pemprov Riau dengan PT Hasrat Tata Jaya (HTJ) di areal kampus Universitas Riau (Unri), Panam, Pekanbaru memasuki babak akhir.
Dari dua opsi yang ditawarkan kepada Pemprov Riau dalam penyelesaian sengketa ini yakni membayar sebesar Rp35,206 miliar ke PT HTJ atau menyerahkan lahan tersebut kepada PT HTJ. Namun Gubernur Riau Syamsuar lebih memilih menyerahkan lahan tersebut.
Keputusan Gubri Syamsuar ini tertuang dalam surat yang dikirimkan Pemprov Riau ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kejati Riau terkait pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terkait lahan di UNRI.
Berikut Isi Surat Keputusan Gubri:
Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri nomor 180/9796/SJ
tanggal 24 September 2019 perihal tersebut diatas, Pemerintah Provinsi Riau telah menindaklanjuti dengan Surat Gubernur Riau nomor : 180/HK/3364 tanggal 30 Desember 2019, dengan poin sebagai berikut :
“Bahwa terhadap Putusan nomor : 75/PDT.G/2007/PN.PBR dengan objek
sengketa tanah Unri , atas putusan yang telah inckraht terhadap perkara
tersebut Pemerintah Provinsi Riau mengambil opsi untuk mengembalikan
tanah dengan mekanisme eksekusi dari Pengadilan, mengingat untuk opsi ganti rugi tidak mungkin dilakukan karena objek sengketa sudah pernah digantirugi,” bunyi salah satu isi surat yang ditujukan kepada Kejati Riau tertanggal 16 Januari.
Surat ke Kemendagri 30 Desember 2019
Menindaklanjuti Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor : 903-5754
tahun 2019 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Riau APBD tahun anggaran 2020 dan Rancangan Peraturan Gubernur Riau tahun anggaran 2020 tentang penjabaran APBD tahun anggaran 2020 pada angka 23 serta surat
Menteri Dalam Negeri RINomor 180//9796/SJ/ tanggal 24 September 2019 perihal tersebut diatas, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut.
1. Bahwa yang menjadi objek sengketa adalah Sertifikat Hak Pakai Nomor : 14 tahun 2002 atas nama Pemerintah Provinsi Riau dan Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15 tahun 2002 atas nama Departemen Pendidikan Nasional RI, terhadap objek sengketa tersebut Pemerintah Provinsi Riau memperoleh dengan cara proses ganti rugi lahan melalui Panitia 9 (sembilan) yang dilaksanakan 4 kali secara bertahap mulai dari tahun 1980sampai dengan tahun 1986 dengan anggaran yang bersumber dari APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 1981, 1982 dan 1985.
2. Bahwa terhadap perkara a quo Pengadilan tingkat pertama dalam amar putusannya menyebutkan “Menghukum Tergugat I (Departemen Pendidikan Nasional RI/tergugat II (pemerintah provinsi Riau) dan Tergugat III (Universitas Riau) untuk menyerahkan tanah sengketa penggugat dalam keadaan kosong atau secara tanggung renteng membayar ganti rugi penggugat sebesar Rp36.981.000.000,- (Tiga puluh enam miliar sembilan ratus delapan puluh satu juta rupiah)
3, Bahwa terhadap perkara a quo telah melalui proses peradilan sampai
kepada upaya hukum Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung nomor :
320 PK/PDT/2012 dengan amar putusan : ” (Menolak Permohonan
Peninjauan Kembali Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau dan
Universitas Riau”).
4. Bahwa terhadap Putusan Mahkamah Agung RI tersebut Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru menerbitkan penerapan nomor : 26lPDT/EKS-
PTS/2011/PN.PBR jo nomor : 75/PDT.G/2007/PN.PBR yang berbunyi : “
Memerintahkan Termohon Eksekusi I, II dan III untuk melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dengan melakukan pembayaran ganti rugi kepada Penggugat dan Pemohon Eksekusi sebesar Rp. 36.981.000,000,- (Tiga puluh enam miliar sembilan ratus delapan puluh satu juta rupiah) dengan menganggarkan dalam APBN/APBD yang berjalan atau APBN perubahan/APBD Perubahan pada tahun berjalan atau dianggarkan pada APBN/APBD tahun berikutnya.
5. Bahwa Sertifikat Hak Pakai Nomor : 14 tahun 2002 memang benar milik
Pemerintah Provinsi Riau, akan tetapi penguasaan dan manfaat dari lahan
tersebut adalah Tergugat III ( Universitas Riau).
6. Bahwa terkait dengan hal tersebut di atas, berdasarkan amar Putusan
Mahkamah Agung nomor : 320 PK/PDT/2012 yang menyatakan untuk
menyerahkan tanah sengketa Penggugat dalam keadaan kosong atau secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar
Rp 36.981.000.000,- (Tiga puluh enam miliar sembilan rats delapan puluh
satu juta rupiah), untuk itu Pemerintah Provinsi Riau mengambil opsi
untuk mengembalikan tanah dengan mekanisme eksekusi dari pengadilan mengingat opsi ganti rugi tidak mungkin dikarenakan objek sengketa telah pernah diganti rugi.”
Sebagaimana diketahui, sengketa tanah seluas 176.030 meter persegi ini dimenangkan PT. Hasrat Tata Jaya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Keputusan ini diperkuat dengan Surat Penetapan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 26/Pdt/Eks-PTS/2011/PN-Pbr jo Nomor 75/Pdt/G/2007/PN-Pbr tanggal 12 Maret 2018.
Dalam diktum eksekusi terdapat perintah ganti rugi sebesar Rp36.981 Miliar oleh Pemprov Riau sebagai Termohon Eksekusi untuk menganggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan tahun 2018 atau menyerahkan tanah sengketa sebanyak lima bidang kepada HTJ setelah dikurangi tanah seluas 8.875 m2 milik DJKN Kemenkeu.
Kepala Biro Hukum Setdaprov Riau, Ely Wardani saat dikonfirmasi membenarkan informasi tersebut. Menurutnya, dari kedua opsi yang ditawarkan, Gubri memilih untuk melepaskan lahan tersebut dengan alasan lahan tersebut sudah pernah diganti rugi.
“Pemerintah Provinsi Riau mengambil opsi untuk mengembalikantanah dengan mekanisme eksekusi dari Pengadilan, mengingat untuk opsi ganti rugi tidak mungkin dilakukan karena objek sengketa sudah pernah diganti rugi. Dan itu sesuai dengan arahan Gubernur Riau, jadi kita tunggu saja bagaimana proses eksekusinya,” jelas Ely Wardani, Sabtu (25/11/2020).
Dijelaskan Ely, di saat proses eksekusi lahan yang masih menunggu pihak HTJ melalui pengadilan, akan ada proses lainnya, karena terdapat bangunan yang dibangun Universitas Riau, selaku penerima hibah lahan tersebut.
Plt Asisten II Setdaprov Riau ini memaparkan, kondisi ini sama persis dengan kasus lahan di jalan Sudirman yakni eks kantor Dinas Pariwisata, dimana Pemprov Riau juga kalah dalam hal kepemilikan tanah terhadap Erizal Muluk. Namun eksekusi bangunan yang ada di eks kantor Dinas Pariwisata tersebut belum bisa dilakukan. Pasalnya, akan ada penilaian bangunan yang terdapat diatas lahan sebelum di eksekusi.
“Jadi kita nanti kalau HTJ mau mengeksekusi diperhitungkan bangunan di atas tanahnya. Pihak HTJ membayar nilai bangunannnya, jadi pak Gubernur sudah mau menyerahkan silahkan saja dieksekusi, sekarang belum dihitung nilai bangunannya, dan belum pernah dibicarakan sama sekali,” jelas Ely lagi.
Menurut Ely, saat ini lahan tersebut sudah dimenangkan HTJ dan Pemprov sudah bersedia menyerahkannya. Hanya saja, untuk proses eksekusi masih ada satu tahapan yakni menunggu putusan pengadilan terkait eksekusi bangunan diatas lahan tersebut yang nilainya ditaksir puluhan miliar.
“Sekarangkan masih dipakai Unri Nanti kita lihat ya, tidak usah kita kaji itu dulu sekarang, kan mereka belum mengeksekusi. Kalau sudah dieksekusi baru kita bicara dalam tahap lainnya terkait bangunan. Jangan kita berandai-andai,” katanya.
Terkait dengan pilihan Pemprov Riau yang lebih memilih mengembalikan lahan tersebut kepada HTJ daripada menebusnya dengan nilai Rp36 miliar, kata Ely Pemprov Riau punya pertimbangan khusus.
“Karena kita sudah pernah membayar, saya tidak ingat berapa totalnya. Tapi kita sudah pernah membayar melalui APBD, apakah yang dibayar ke HTJ , terus mereka merasa pemilik berbeda yang menerima berbeda. Bisa sajakan mereka berpikiran seperti itu. Tapi kita sudah pernah membayar dan membebaskan lahan itu,” jelasnya.
“Jadi Gubernur menyatakan gak mungkinlah membayar lagi. Uangnya tak sedikit loh Rp25 miliar. Itu kalau kita beli tempat lain itu, lebih hektarnya dari itukan. Jadi lebih baik kita serahkan dulu nanti kita pikirkan kalau sudah dieksekusi. Kita berikan kesempatan kepada HTJ mengeksekusi melalui pengadilan. Bawa BPN untuk mengukur, kita tunggu prosesnya,” tutup Ely Wardani.
Persengketaan lahan di Universitas Riau yang menyeret nama PT. Hasrat Tata Jaya sudah berlangsung sekitar 15 tahun lalu. Bahkan, Pemprov Riau dikabarkan sudah membayar ganti rugi sebesar Rp10 miliar, namun tidak diketahui bukti dana tersebut dibayarkan kemana.
Berdasarkan informasi dari data-data sebelumnya, tahun 2006 pihak Pemerintah Provinsi Riau sudah mewanti-wanti melalui surat kepada Unri atas nama Rektor untuk tidak mendirikan bangunan di atas tanah yang sedang bersengketa.
Namun, imbauan tersebut tidak direspon secara baik. Faktanya, pihak Unri justru mendirikan bangunan di tanah yang sedang bersengketa, diantaranya yaitu Eco Edu Park yang didirikan pada tahun 2015. Selain itu, juga ada Gedung Grand Gassing Millenium (GGM) yang direncanakan untuk Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) yang mana pembangunannya sudah menghabiskan anggaran Rp37 miliar, gedung Fakultas Hukum, Bumi Perkemahan Pramuka dan ada beberapa juga yang lain. (*)
sumber : Cakaplah