Tim Hukum PDIP Ungkap Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Oknum KPK

Hukum Kriminal, Nasional11695 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA,lintasbarometer.com

banner 336x280

Tim Hukum DPP PDIP patut menduga terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oknum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penegakan hukum sehingga merugikan partai tersebut.

Anggota Tim Hukum, Maqdir Ismail menduga banyak kejanggalan dan prosedur yang tak dipatuhi KPK dalam melakukan tindakan hukum terhadap kasus dugaan suap yang melibatkan Komisioner, Wahyu Setiawan. Contohnya, kata Maqdir, adanya surat perintah penyelidikan (sprilindik) KPK dalam kasus dugaan suap itu diteken pada 20 Desember 2019.

Menurut Maqdir, waktu itu sangat pendek bila mengingat Surat Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur pemberhentian Pimpinan KPK jilid IV Agus Rahardjo Cs yang jatuh pada 21 Oktober 2019. Sementara dalam Keppres itu juga dikatakan pengangkatan terhadap pimpinan baru akan dilakukan pada 20 Desember.

“Artinya apa? Ketika 21 Oktober mereka diberhentikan dengan hormat sampai dengan 20 Desember, sebelum pimpinan baru disumpah, Pimpinan KPK itu tidak diberi kewenangan secara hukum untuk melakukan tindakan-tindakan apa yang selama ini jadi kewenangan mereka,” ujar Maqdir dalam konferensi pers pembentukan tim hukum DPP PDIP di Kantor PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (15/1/2020).

Maqdir juga mengingatkan bahwa salah satu Pimpinan KPK saat itu, Saut Situmorang telah menyatakan mundur dari lembaga antirasuah itu pada 13 September 2019. Lalu, Saut bersama Agus Rahardjo dan Laode M Syarif juga mengikuti langkah serupa dengan menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi pada 12 September 2019.

Oleh karena itu, kata Maqdir, apa yang dilakukan penyidik KPK tanpa persetujuan pimpinan lembaga antirasuah itu bagian dari pembangkangan hukum yang berlaku. “Ketika Pimpinan KPK dengan Undang-undang KPK lama itu sifat dari kegiatan mereka adalah kolektif kolegial. Ketika ada tiga orang yang sudah mengundurkan diri, mestinya tidak sah, tidak bisa dilakukan proses hukum oleh mereka. Itu saya kira yang penting,” jelas Maqdir.

Maqdir menganggap banyak tindakan KPK terhadap kasus ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Maqdir juga melihat ada upaya oknum-oknum lembaga antirasuah itu menghindar dari Undang-undang KPK yang baru dengan tidak melibatkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Menurut Maqdir, dengan undang-undang yang lama pun, tindakan oknum penyidik KPK jauh dari prosedur hukum. “Sekali lagi, saya mau tegaskan bahwa antara 21 Oktober sampai 20 Desember itu, lima orang pimpinan KPK tidak punya kewenangan lagi,” jelas Maqdir.

Sementara itu, tim kuasa hukum lainnya, Teguh Samudera mengingatkan bahwa Undang-undang KPK baru diundangkan pada 17 Oktober 2019. Karena itu, menurut Teguh, apapun tindakan yang dilakukan setiap orang di KPK secara kelembagaan, harus mengacu pada undang-undang terbaru tersebut.

“Sehingga setelah 17 Oktober 2019, tindakan apapun yang dilakukan oleh penyidik harus taat pada undang-undang baru. Harusnya yang dilakukan KPK itu mengikuti ketentuan dalam UU itu,” jelas Teguh.

 

 

 

sumber:sindonews

 

banner 336x280