Kasus SPPD Fiktif di DPRD Rohil, Polda Riau Masih Tunggu Audit Kerugian Negara

Pekanbaru11739 Dilihat
banner 468x60

PEKANBARU, lintasbarometer.com

banner 336x280

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau masih mengusut dugaan penyimpangan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di DPRD Rokan Hilir (Rohil) tahun 2017. Penyidik masih menunggu audit kerugian negara agar bisa menetapkan tersangka.

Perkara ini sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan pada 6 Mei 2021 lalu setelah penyidik menemukan bukti ada tindak pidana. Sejumlah pihak telah dipanggil, termasuk anggota puluhan anggota DPRD Rohil yang menjabat ketika itu.

“Masih proses. Tinggal tunggu (hasil audit dari) BPK (Badan Pemeriksa Keuangan, red) saja,” ujat Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Ferry Irawan, Senin (7/3/2022).

Ferry mengungkapkan penyidik telah menyelesaikan pemeriksaan saksi-saksi. Jika hasil audit kerugian negara telah didapat oleh penyidik, maka segera dilakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka. “(Penetapan tersangka) Tunggu ini (hasil audit BPK,red),” kata Ferry.

Diketahui, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau telah menangani kasus SPPD fiktif di DPRD Rohil sejak 2018 lalu. Namun pengusutan kasus dinilai jalan di tempat.

Polda Riau membuka kembali penyelidikan kasus itu sejak terhenti cukup lama. Sejumlah pihak kembali dipanggil.

Penanganan perkara itu menindaklanjuti laporan yang diterima Polda Riau pada 2018. Laporan itu terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau tahun 2017.

Dalam LHP itu dinyatakan terdapat dugaan penyimpangan SPPD yang digunakan anggota dewan tanpa Surat Pertanggungjawaban sehingga potensi kerugian negara mencapai miliaran rupiah. Atas temuan itu sejumlah anggota DPRD Rohil kala itu berbondong-bondong mengembalikan dana tersebut ke kas daerah.

Dalam proses pengusutan, penyidik sudah memeriksa seluruh anggota DPRD Rohil periode 2014 – 2019, Sekretaris Dewan (Sekwan) Rohil, Pengguna Anggaran, bendahara pengeluaran, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan saksi ahli.

Dari informasi yang dihimpun terkait dugaan penyimpangan dalam perkara ini, pada Maret 2017 lalu, Setwan Rohil menerima uang persediaan (UP) sebesar Rp3 miliar. Dari jumlah itu yang bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp1,395 miliar, sedangkan sisanya Rp1,6 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Lalu, penggunaan uang pajak reses II oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) Rohil atas nama Firdaus selaku Pengguna Anggaran sebesar Rp356.641.430. Namun dana itu telah disetorkan ke kas daerah. Kemudian penggunaan uang pajak reses III oleh Sekwan atas nama Syamsuri Ahmad sebesar Rp239.105.430.

Selanjutnya, terhadap anggaran dilakukan ganti uang (GU) sebanyak dua kali masing-masing sebesar Rp1.064.023.000 diperuntukan membayar utang kepada Lisa atas perintah Syamsuri, dan Rp1.100.331.483 untuk pembayaran utang kepada Syarifudin. Penggunaan GU tersebut belum ada pertanggungjawabannya. (Clh/lbr)

banner 336x280