KPK Hadirkan 2 Ahli di Sidang Praperadilan Bupati Nonaktif Kuansing

Nasional4470 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua orang ahli dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan oleh Bupati nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Kamis (23/12/2021).

Andi merupakan tersangka dugaan suap terkait perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) Sawit di Kabupaten Kuansing.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya menghadirkan ahli hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar dan ahli hukum dari UII Yogyakarta Arif Setiawan.

“Kedua ahli menerangkan terkait ruang lingkup praperadilan, tangkap tangan, bukti permulaan dalam penetapan tersangka dan penilaian dua alat bukti di tahap praperadilan,” ujar Ali, melalui keterangan tertulis, Jumat (24/12/2021).

Ali mengatakan, dua ahli tersebut juga menjelaskan eksistensi Pasal 44 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di emailkamu.

Dalam aturan itu, ada ketentuan khusus bagi KPK yang mengatur bukti permulaan di tahap penyelidikan yang berbeda dengan ketentuan umum dalam KUHAP.

Ketentuan itu dimaksudkan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka berdasarkan Undang-Undang KPK serta soal kewenangan penyelidik setelah tertangkap tangan.

“Dari keterangan Ahli dimaksud dapat diambil kesimpulan bahwa apa yang dilakukan KPK dalam tangkap tangan, pelaksanaan tugas penyelidik dalam menemukan 2 bukti permulaan, hingga penetapan tersangka AP (Andi Putra) adalah sah dan berdasar atas hukum,” ucap Ali.

“Keterangan dua ahli tersebut memperkuat pembuktian bahwa gugatan permohonan praperadilan tersangka AP dimaksud tidak memiliki landasan yang kuat sehingga memperkuat keyakinan gugatan tersebut akan ditolak Hakim,” imbuhnya.

Berdasarkan informasi dari laman sipp.pn-jakartaselatan.go.id yang dikutip Kompas.com, gugatan yang diajukan Andi Putra terdaftar dengan nomor 114/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL.

Dalam petitum pemohon, Andi menyatakan penyidikan yang dilakukan oleh termohon dalam hal ini KPK terkait peristiwa pidana sebagaimana dinyatakan dalam penetapan sebagai tersangka Andi yang diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak berdasar atas hukum.

“Oleh karenanya Surat Perintah Penyidikan dengan Nomor Sprin.Dik 77/DIK.00/01/10/2021 tanggal 19 Oktober 2021 menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian petitum pemohon.

Andi meminta majelis hakim memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan yang didasarkan pada Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi Nomor LKTPK 382/Lid.02.00/22/10/2021 Tertanggal 19 Oktober 2021 dan Surat Perintah Penyidikan dengan Nomor Sprin.Dik 77/DIK.00/01/10/2021 tanggal 19 Oktober 2021.

“Menyatakan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi Nomor LKTPK 32/Lid.02.00/22/10/2021 Tertanggal 19 Oktober 2021 tidak berdasarkan hukum, sehingga menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tulis petitum tersebut.

Kemudian, Andi menyatakan penyitaan yang dilakukan KPK terhadap barang miliknya yang dilakukan atas dasar Surat Perintah Penyitaan Nomor Sprin.Sita/342/DIK.01.05/01/10/2021 Tanggal 19 Oktober 2021 sebagaimana tercantum didalam Berita Acara Penyitaan adalah tidak sah dan harus segera dikembalikan.

Ia juga menyatakan penahanan yang dilakukan KPK sebagaiamana Surat Perintah Penahanan Nomor : Sprin.Han/ 90/DIK.01.03/01/10/2021 tanggal 19 Oktober 2021 adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Andi pun meminta majelis hakim menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK yang berkaitan dengan penetapan tersangka.

Ia juga meminta majelis hakim memerintahkan KPK untuk merehabilitasi harkat dan martabatnya.

“Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara a quo atau jika Yang Mulai Majelis Hakim Praperadilan berpendapat lain, Pemohon sampaikan kiranya berkenan untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo At Bono),” demikian bunyi petitum itu. (Kompas)

banner 336x280