Meski Menang Praperadilan, Kadis ESDM Riau Nonaktif Tetap Jalani Sidang Perdana Dugaan Korupsi

Pekanbaru5421 Dilihat
banner 468x60

PEKANBARU, lintasbarometer.com

banner 336x280

Kemenangan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau nonaktif, Indra Agus Lukman, dalam sidang praperadilan, ternyata tak serta merta membuatnya bisa menghirup udara bebas.

Pasalnya, meski hakim tunggal Pengadilan Negeri Kuansing menggugurkan status tersangkanya dalam perkara dugaan korupsi anggaran Bimtek, ia tetap harus menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (9/11/2021).

Majelis hakim yang mengadili perkara ini, dipimpin hakim ketua Dahlan, yang juga menjabat Ketua PN Pekanbaru.

Dalam persidangan ini, Indra Agus Lukman pun resmi menyandang status sebagai terdakwa.

Ia diadili terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dana Bimtek dan Pembinaan Bidang Pertambangan serta akselerasi di Dinas ESDM Kuansing ke Provinsi Bangka Belitung 2013-2014.

Saat dugaan rasuah terjadi, Indra Agus Lukman menjabat sebagai Kepala Dinas ESDM Kuansing.

Perkara yang menjerat Indra Agus Lukman ini, ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing.

Indra Agus Lukman mengikuti sidang perdana perkara pokok secara virtual, karena dia sedang berada di Lapas Teluk Kuantan.

Adapun agenda sidang perdana ini adalah pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kuansing.

JPU Rinaldi Adriansyah dalam dakwaannya menyebutkan, terdakwa Indra Agus Lukman melakukan tindak pidana korupsi bersama Ariyadi dan Tazaruddin (telah diputus dalam penuntutan terpisah).

Perbuatan terjadi pada medio Maret hingga April 2013 di Kantor ESDM Kabupaten Kuansing.

Indra Agus selaku Kadis ESDM Kabupaten Kuansing sekaligus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), mengambil kebijakan untuk melaksanakan kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan dan akselarasi ke dalam tatacara pengadaan secara swakelola tanpa melalui mekanisme perencanaan umum pengadaan terlebih dahulu.

Dana untuk Bimtek tersebut dianggarkan Rp450 juta. Dengan rincian Rp100 juta untuk biaya sub kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan dan Rp350 juta untuk biaya sub kegiatan akselerasi workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan.

Kegiatan dilaksanakan berdasarkan kebijakan lisan yang disampaikan Indra Agus kepada Ariadi selaku PPTK dan Edisman selaku bendahara pengeluaran di Dinas ESDM Kuansing.

Jumlah peserta 20 orang PNS yang bekerja di bidang pertambangan pada Dinas ESDM Kabupaten Kuansing dan tema dipilih pengelolaan lingkungan pertambangan emas tanpa izin di Kuansing.

Setelah mengajukan dokumen pencairan anggaran pada Maret 2013, Edisman melakukan penarikan sebanyak tiga kali selama 10 hari sejak tanggal 8 Maret.

Pertama, Rp270 juta, kedua Rp50 juta, dan ketiga Rp130 juta.

Setelah seluruh anggaran dicairkan, dibuat item kegiatan di Aula Wisma Hasanah Teluk Kuantan.

Dalam pelaksanaannya, kemudian banyak item-item kegiatan yang dikerjakan menyimpang dari ketentuan DPA SKPD Dinas ESDM Kabupaten Kuantan Singingi.

Penyimpangan itu seperti jadwal kegiatan yang seharusnya dilaksanakan 5 hari di aula Wisma Hasanah Teluk Kuantan mulai tanggal 18 sampai dengan tanggal 22 Maret 2013.

Ternyata hanya dilaksanakan selama 3 hari yaitu pada tanggal 18, 19 dan 22 Maret 2013.

Selanjutnya acara pokok yang seharusnya diisi dengan penyampaian materi workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan oleh 4 orang instruktur selama 5 hari (40 jam).

Dikurangi acara pembukaan, istirahat, salat dan makan serta acara penutupan, ternyata hanya diisi dengan acara pembukaan dan pemberian materi oleh 1 orang instruktur selama 5 jam pada hari pertama tanggal 18 Maret 2013.

Selain itu, acara diskusi diantara peserta workshop/bimtek dengan panitia pelaksana kegiatan pada hari kedua tanggal 19 Maret 2013, dan acara penutupan pada hari ke lima tanggal 22 Maret 2013.

“Penyimpangan atas pelaksanaan sub kegiatan workshop/bimtek pembinaan bidang pertambangan di atas disebabkan adanya permufakatan antara saksi Edisman bersama-sama saksi Ariyadi serta terdakwa Indra Agus Lukman. Dana mengalokasikan dana sesuai jumlah pagu Rp100 juta, dana hanya digunakan Rp20 juta,” jelas JPU.

Dari dana Rp20 juta yang diserahkan Edisman kepada Ariyadi hanya digunakan Ariyadi untuk membiayai pelaksanaan rangkaian kegiatan di atas Rp19.550.000.

Untuk pertanggungjawaban anggaran yang terpakai dibuat seolah-olah Rp100 juta.

Edisman, Ariyadi dan Indra Agus Lukman membuat 15 kwitansi, di antaranya pembiayaan biaya cetak, honor dan biaya pembelian makanan, uang saku peserta dan akomodasi.

“Dari 15 bukti kwitansi pembayaran berikut dengan bukti faktur maupun bukti daftar penerima senilai Rp100 juta yang dibuat sesuai dengan realisasi yang dibayarkan sedangkan terhadap 14 bukti kwitansi berikut dengan bukti faktur dan daftar penerima lainnya dibuat secara tidak benar antara lain ada pembiayaan yang fiktif dan ada yang melebihi. Markup Rp 80.450.000,” rinci JPU.

Atas perbuatannya, Indra Agus Lukman dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 9 jo Pasal 10 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999.

Sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Tp/lbr)

banner 336x280