Vaksinasi Berbayar Rawan Korupsi, KPK Minta Tak Dilakukan di Kimia Farma dan Distribusi Vaksin Diperbaiki

Nasional13287 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, intasrometer.com

banner 336x280

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi masukan untuk pelaksanaan vaksinasi mandiri dan gotong royong untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan beberapa catatan terkait vaksin berbayar dalam kaitannya dengan pencegahan korupsi dalam rapat koordinasi dengan lembaga terkait.

“Saya hadir dalam rapat dan saya sampaikan pertimbangan, latar belakang, landasan hukum, rawan terjadi fraud, saran tindak lanjut,” kata Firli dalam keterangan tertulis, Rabu (14/7/2021).

“Saya menyampaikan materi potensi fraud mulai dari perencanaan, pengesahan, implementasi dan evaluasi program,” ucap dia.

Adapun dalam pembahasan vaksin mandiri berbayar itu, kata Firli, dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Selain itu, ada juga Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di emailkamu.

Dalam rapat itu, Firli mengatakan, dirinya juga menyampaikan saran serta langkah-langkah strategis menyikapi potensi fraud, jika vaksin mandiri dilaksanakan berbayar ke masyarakat.

“Saya tentu tidak memiliki kapasitas untuk membuat keputusan. Saya ingin tidak ada korupsi,” ucap Firli.

Firli pun menyampaikan sejumlah pandangan dan saran dalam rapat koordinasi tersebut.

Pertama, KPK memahami permasalahan implementasi vaksinasi saat ini sekaligus mendukung upaya percepatan vaksinasi.

Kedua, penjualan vaksin gotong royong ke individu melalui Kimia Farma, meskipun sudah dilengkapi dengan permenkes, menurut KPK berisiko tinggi.

Misalnya dari sisi medis dan kontrol vaksin contohnya muncul reseller dan lain-lain, sebab jangkauan Kimia Farma terbatas.

Ketiga, perluasan penggunaan vaksin gotong royong ke individu ini direkomendasikan hanya menggunakan vaksin gotong royong tidak boleh menggunakan vaksin hibah, baik bilateral maupun skema COVAX.

Keempat, KPK juga meminta dibuka transparansi data alokasi dan penggunaan vaksin gotong royong by name, by address dan badan usaha.

Kelima, pelaksanaan hanya melalui lembaga/institusi yang menjangkau kabupaten/kota. Misalnya, rumah sakit swasta se-Indonesia atau kantor pelayanan pajak.

Sebab, mereka punya database wajib pajak yang mampu secara ekonomis atau lembaga lain selain retail seperti Kimia Farma

Keenam, KPK meminta perbaikan logistik vaksin untuk mencegah vaksin mendekati kedaluwarsa dan distribusi lebih merata.

Ketujuh, sesuai Perpres No 99 Tahun 2020, Menkes diperintahkan menentukan jumlah, jenis, harga vaksin serta mekanisme vaksinasi

Kedelapan, perlu dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pelaksanaan vaksin gotong royong secara transparan, akuntabel, dan pastikan tidak ada terjadi praktik-praktik fraud.

Keenam, data merupakan kunci.

Ia mengatakan, Kemenkes harus menyiapkan data calon peserta vaksin gotong royong sebelum dilakukan vaksinasi.

“Sebelum pelaksanaan vaksin mandiri, Kemenkes harus memiliki data peserta vaksin dengan berbasis data karyawan yang akuntabel dari badan usaha, swasta, instansi, lembaga organisasi pengusaha, atau asosiasi,” ucap Firli.

Sebelumnya, PT Kimia Farma (Persero) Tbk memutuskan untuk membatalkan pelaksanaan vaksinasi individu atau vaksinasi berbayar, yang rencanaya dimulai pada, Senin (12/7/2021).

Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro mengatakan, PT Kimia Farma (Persero) bakal menunda pelaksanaan vaksinasi berbayar hingga waktu yang tidak ditentukan.

“Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021, akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin. (Kompas)

banner 336x280