Minta Ringankan Hukuman, Amril Mukminin Siap Menebus Khilaf

Pekanbaru5556 Dilihat
banner 468x60

PEKANBARU, lintasbarometer.com

banner 336x280

Amril Mukminin terdakwa dugaan suap proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning membacakan pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bupati Bengkalis nonaktif ini meminta majelis hakim meringankan hukumannya.

Amril yang berada di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru membacakan pledoi pribadinya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Lilin Herlina. Pledoi sebanyak lima halaman itu diberi judul Menebus Khilaf dengan Ikhlas.

JPU dalam tuntutannya menuntut Amril dengan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp500 juta atau subsider 6 bulan kurungan. JPU menilai Amril terbukti menerima suap dari PT Citra Gading Asritama (CGA) sebesar Rp5,2 miliar untuk pengerjaan Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis.

Amril disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a, Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto, Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dengan suara tertahan, Amril mengatakan, tidak pernah terpikir dibenaknya menjalani proses persidangan dan ditahan atas tuduhan kasus suap. Semua yang terjadi di luar dugaannya.

“Terasa amat menyakitkan. Meski demikian, saya tetap senantiasa bersyukur, sembari terus beristighfar, dan menganggap semua proses yang harus saya lewati pada saat ini sudah merupakan kehendak Sang Khalik, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Amril.

Amril menyebut, selama menjabat sebagai Bupati Bengkalis, dirinya tidak pernah menerima commitment fee dari PT CGA meskipun mereka menawarkan. Perusahaan hanya diminta mengerjakan proyek jalan Duri-Sei Pakning dengan baik, dan hal itu juga dibenarkan pimpinan PT CGA, Ihsan Suaidi, dalam kesaksiannya.

Namun sebagai manusia, Amril mengaku khilaf menerima uang Rp 5,2 miliar dari PT CGA dalam Proyek jalan Duri-Sei Pakning. “Uang itu tidak pernah saya gunakan dan sudah saya kembalikan melalui rekening yang ditunjuk KPK,” tutur Amril.

Uang itu dari PT CGA itu diberikan oleh Triyanto kepada Azrul Nur Manurung, ajudan Amril. Selanjutnya, uang diserahkan kepada Amril. “Semua pemberian itu dilaporkan kepada saya dan saya suruh disimpan dulu,” kata Amril.

Uang itu diminta Amril kepada Azrul ketika resign sebagai ajudan. Kemudian, uang itu dikembalikan saat KPK mengusut penyimpangan semua proyek di Bengkalis. “Uang itu tidak pernah saya pakai,” ucap Amril.

Selain suap Rp5,2 miliar, KPK juga mendakwa Amril menerima gratifikasi sebesar Rp23,6 miliar. Uang itu diterima dari dua pengusaha sawit, yaitu Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit Sejahtera sebesar

Rp 12,7 miliar dan Adyanto selaku Direktur PT Sawit Anugrah Sejahtera sebesar Rp10,9 miliar.

Ketika penggeledahan di rumah dinas Bupati Bengkalis, KPK menyita uang Rp1,9 miliar. “Itu adalah uang pribadi saya dari hasil usaha di luar jabatan saya. Uang itu saya kumpulkan dari usaha sawit yang saya simpan untuk membantu anak-anak yatim, fakir miskin dan kaum dhuafa,” jelas Amril.

Sebelum menjabat anggota DPRD dan Bupati Bengkalis, Amril sudah jadi pengepul sawit dari masyarakat Kecamatan Pinggir. Hubungannya dengan kedua pengusaha adalah kerja sama dalam pasokan sawit ke perusahaan dengan mendapatkan fee Rp5 per kilogram sawit dan semuanya sudah dilaporkan melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

“Saya sudah mengaku khilaf dan mengembalikan uang kepada KPK, Saya tidak pernah memakai uang tersebut sama sekali. Hati saya sebagai seorang terdakwa yang awam hukum pun bertanya, inikah keadilan yang diyakini oleh Penuntut Umum?,” tanya Amril.

Amril meminta majelis hakim memutuskan perkaranya dengan seringan-ringannya dan seadil-adilnya dari tuntutan hukum dan hukuman. “Saya percaya majelis hakim akan memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya dan berdasarkan hati nurani,” harap Amril.

“Tak lain dalam pikiran saya adalah Ibunda saya tercinta serta nasib istri saya yang berjuang sendirian dalam mengasuh keempat anak saya. Ada yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayang seorang ayahnya,” sambungnya.

Selain pembelaan pribadi, tim penasehat hukum juga menyampaikan pembelaan yamg dibacakan bergantian oleh Asep Ruhiat dan Wan Subantriarti, Asep Ruhiat dan Patar Pangasian.

“Memohon yang mulia majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, baik primair ataupun subsidair,” kata Asep.

Asep juga memohon hakim memulihkan hak terdakwa, kedudukan, kemampuan, harkat serta martabat terdakwa setelah memberikan vonis bebas. Selanjutnya mengeluarkan Amril dari tahanan setelah vonis bebas dibacakan.

“Namun jika majelis hakim berpendapat lain, kami memohon putusan seadil-adilnya atau hukuman ringan,” kata Asep.

Asep juga meminta majelis hakim membuka nomor rekening Amril yang diblokir KPK saat kasus ini masih penyidikan. Pasalnya rekening itu tidak menjadi bukti dan dihadirkan ke persidangan.

Menurut Asep, rekening di Bank Riau dan CIMB Niaga itu tidak ada kaitannya dengan perkara ini serta dijadikan tempat membayar gaji Amril sebagai bupati.

“Lebih baik membebaskan seribu orang bersalah dari pada menghukum satu orang tak bersalah, keadilan harus ditegakkan walupun langit runtuh,” jelas Asep membacakan pendapat ahli hukum.

Asep menjelaskan, permohonan ini sangat beralasan dan sesuai fakta persidangan selama ini. Dari fakta itu Asep dan tim kuasa hukum Amril yakin kliennya itu tidak bersalah sebagaimana dakwaan JPU KPK.

Tim penasehat hukum juga memberikan pembelaan terkait dakwaan gratifikasi menerima gratifikasi Rp12,7 miliar dari Jonny Tjoa selaku Direktur Utama PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan Rp10,9 miliar Adyanto selaku Direktur PT Sawit Anugrah Sejahtera.

Pemberian itu bukan gratifikasi karena berdasarkan perjanjian di bawah notaris terkait hasil bisnis sawit. “Kalau itu gratifikasi, tidak mungkin terdakwa melaporkannya setiap tahun,” kata Asep.

Setelah pembacaan pledoi selesai, hakim Lilin Herlina meminta tanggapan JPU KPK. “Bagaimana penuntut umum?,” tanya hakim.

JPU KPK pun menyatakan meminta waktu untuk menyusun replik. “Mohon waktu kami akan menyiapkan replik Yang Mulia,” ucapnya.

Majelis hakim mengagendakan pembacaan replik pada Senin tanggal 19 Oktober 2020. Sementara pembacaan duplik pada Kamis 22 Oktober 2020. (Clh/ Lbr)

banner 336x280