JAKARTA, lintasbarometer.com
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menilai pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta para demonstran untuk melakukan protes melalui uji materi atau judicial review Omnibus Law UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi adalah bukti ketidakberpihakannya kepada rakyat.
Koordinator Pusat Aliansi BEM SI Remy Hastian menilai, Jokowi sebenarnya memiliki kuasa untuk menemui para demonstran dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja. Namun Jokowi lebih memilih mengadang pendemo dengan aparat kepolisian.
“Meminta rakyat untuk melakukan uji materi ke MK di tengah nyatanya penolakan dari berbagai elemen adalah sebuah bukti bahwa Presiden tidak mengakomodir kepentingan rakyat, melainkan hanya memuluskan kepentingan sebagian pihak yang diuntungkan oleh UU tersebut,” kata Remy dalam keterangannya, Senin (12/10/2020).
Remy menegaskan, mahasiswa yang melakukan demonstrasi adalah bentuk kepedulian mereka atas ketidakbenaran perilaku pemerintah dan wakil rakyat yang secara terburu-buru mengesahkan UU Cipta Kerja yang cacat formil.
Mahasiswa makin kecewa lagi ketika gelombang penolakan semakin masif di sejumlah daerah, presiden Jokowi justru mementingkan agenda lain.
“Kami juga menyayangkan sikap presiden yang memilih pergi pada kegiatan lain sementara mahasiswa yang merupakan rakyatnya sendiri ingin bertemu di Istana Merdeka,” tegasnya.
Meski begitu, Aliansi BEM SI memastikan gerakan mahasiswa akan terus terbangun sampai Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dibatalkan.
Diketahui, gelombang penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja telah terjadi pada tiga hari sejak disahkan pada 6-8 Oktober 2020.
Dalam puncak aksinya, mahasiswa mencoba menggeruduk Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat untuk mendesak Jokowi mengeluarkan Perppu untuk membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, namun digagalkan tindakan represif aparat kepolisian.
Berbagai elemen masyarakat sipil mulai dari pelajar, mahasiswa, masyarakat adat, kelas pekerja, para guru, hingga tokoh agama juga secara tegas menyatakan sikap menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. (Suara)