Bupati Bengkalis Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp28,87 Miliar

Nasional5434 Dilihat
banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Amril Mukminin selaku Bupati Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau periode 2016-2021 menerima suap dengan total SGD520.000 atau setara Rp5,2 miliar dan gratifikasi dengan total Rp23.677.743.405.

Untuk seluruh uang gratifikasi diterima Amril melalui istrinya, Kasmarni. Penerimaan gratifikasi dilakukan melalui transfer ke rekening Kasmarni maupun diterima langsung. Surat dakwaan nomor: 42/TUT.01.04/24/06/2020 atas nama Amril Mukminin dibacakan secara bergantian oleh JPU yang dipimpin Tri Mulyono Hendradi dengan anggota Moch Takdir Suhan, Tonny Frenki Pangaribuan, dan Eko Wahyu Prayitno saat persidangan yang berlangsung secara virtual pada Kamis (25/6/2020).

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Provinsi berada di dalam ruang persidangan. JPU mengikuti persidangan dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Amril dan tim penasihat hukumnya mengikuti persidangan dari gedung lama KPK.

Ketua JPU Tri Mulyono Hendradi membeberkan, terdakwa Amril Mukminin selaku Bupati Kabupaten Bengkalis periode 2016-2021 telah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap secara berlanjut kurun Januari 2016 hingga Juli 2017. Lokasi pidana di antaranya bertempat di sebuah restoran di Jakarta, Medan dan di Pekanbaru, serta sebuah hotel di Pekanbaru, Provinsi Riau.

Menurut JPU, Amril telah melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut. “Terdakwa Amril Mukminin selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu selaku Bupati Bengkalis periode masa jabatan tahun 2016 – 2021menerima hadiah berupa uang secara bertahap seluruhnya sebesar SGD520.000 atau setara dengan Rp5,2 miliar melalui Azrul Nor Manurung alias Asrul (ajudan terdakwa) dari Ichsan Suaidi selaku pemilik PT Citra Gading Asritama (CGA) yang diserahkan melalui Triyanto (pegawai PT CGA),” tegas JPU Tri saat membacakan surat dakwaan.

Dia membeberkan, padahal diketahui atau patut diduga bahwa uang tersebut diberikan Ichsan Suadi agar Amril mengupayakan PT CGA melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan jalan Duri – Sei Pakning yang dibiayai dari APBD Kabupaten Bengkalis tahun anggaran (TA) 2013-2015 dengan anggaran/kontrak multi years (tahun jamak). Nilai kontrak proyek ini yakni sebesar Rp498.645.596.000 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sejak 24 Mei 2017 sampai dengan 20 Desember 2019.

“Yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa (Amril) selaku kepala daerah sebagaimana Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UU tentang Pemerintahan Daerah, maupun kewajiban selaku penyelenggara negara sebagaimana UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme,” ujar.

Anggota JPU Moch Takdir Suhan membeberkan, pada 2013 ada total enam paket proyek/kegiatan pembangunan jalan yang dibiayai dari APBD Kabupaten Bengkalis TA 2013-2015 (multi years). Satu di antaranya yakni proyek peningkatan jalan Duri – Sei Pakning yang dimenangkan oleh PT CGA. Tapi ternyata ada sanggahan dari peserta lelang lain bahwa PT CGA di-blacklist oleh Bank Dunia (World Bank). Akibatnya penunjukkan PT CGA sebagai penyedia barang/jasa (rekanan) dibatalkan oleh Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis.

PT CGA menggugat keputusan pembatalan tersebut ke PTUN Pekanbaru hingga tingkat kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Belakangan pada Juli 2015, MA memutuskan membatalkan keputusan pembatalan penunjukkan penyedia barang/jasa paket pekerjaan pembangunan jalan Duri – Sei Pakning dan memerintahkan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Dinas PUPR Pemkab Bengkalis untuk memproses kontrak (perjanjian) pekerjaan dengan PT CGA.

Atas dasar putusan tersebut, kemudian kurun Januari hingga Februari 2016 Ichsan Suadi menemui Amril Mukminin yang telah resmi ditetapkan sebagai calon Bupati Bengkalis terpilih untuk periode 2016-2021. Ichsan menyampaikan tentang putusan kasasi oleh MA tadi serta meminta bantuan Amril agar PT CGA ditunjuk sebagai pelaksa proyek pembangunan jalan Duri – Sei Pakning.

Pertemuan Ichsan dan Amril berlangsung di Pekanbaru maupun di sebuah restoran di Jakarta. Takdir membeberkan, saat pertemuan itu, Ichsan memberikan amplop cokelat berisi uang SGD100.000 atau setara Rp1 miliar yang diterima Amril melalui Azrul Nor Manurung alias Asrul.

Bagian berikutnya dari total suap SGD520.000 atau setara Rp5,2 miliar terjadi dalam kesempatan lain. Masing-masing sejumlah SGD150.000 atau setara Rp1,5 miliar yang diterima di sebuah restoran di Medan pada Februari 2017. Sebesar SGD170.000 atau setara Rp1,7 miliar diterima di pinggir jalan di Pekanbaru pada Juni 2017. Sejumlah SGD100.000 atau setara Rp1 miliar di sebuah kamar di Riau pada Juli 2017.

Anggota JPU Tonny Frenki Pangaribuan membeberkan dakwaan kedua ihwal penerimaan gratifikasi. Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis dari Fraksi Partai Golkar periode 2014-2019 dan selaku Bupati Bengkalis periode 2016-2021 telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut yang dilakukan kurun Juli 2013 sampai dengan Juli 2019. Lokasi perbuatan di antaranya di rumah Amril di Jalan Pelajar RT/RW 003/002 Kelurahan Muara Basung Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis dan di Wisma Srimahkota (rumah dinas Bupati Bengkalis) Jalan Antara, Kabupaten Bengkalis.

“Terdakwa (Amril) menerima gratifikasi berupa uang yang diterima setiap bulannya berasal dari pemberian pengusaha sawit yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis, yaitu dari Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755, yang diterima Terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Kasmarni (istri terdakwa) pada salah satu bank nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening 702114976200,” ungkap JPU Tonny.

Dia menegaskan, penerimaan gratifikasi tersebut berhubungan dengan jabatan Amril selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis periode 2014-2019 dan selaku Bupati Bengkalis periode 2016-2021 serta telah berlawanan dengan kewajiban Amril selaku penyelenggara negara sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

JPU Tonny mengungkapkan, penerimaan gratifikasi dari Jonny Tjoa bermula pada 2003. Saat itu Amril masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis. Jonny Tjoa yang merupakan Direktur Utama dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera (MASS) yang berlokasi daerah

Balairaja, Kabupaten Bengkalis meminta bantuan Amril untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke PT MASS.

Jonny juga meminta agar Amril mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan. Atas bantuan Amrl, Jonny memberikan kompensasi berupa uang Amril sebesar Rp5 (lima rupiah) per kilogram tandan buah sawit (TBS) dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang kemudian diberikan Jonny ke Amril dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni (istri Amril) nomor rekening 4660113216180 dan nomor rekening nomor rekening 702114976200 pada Bank setiap bulan sejak Juli 2013 hingga saat Amril telah menjabat sebagai Bupati Bengkalis.

JPU Tonny melanjutkan, penerimaan gratifikasi dari Adyanto bermula pada awal 2014 saat Amril masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Bengkalis. Adyanto yang merupakan Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera (SAS) yang beroperasi di Desa Balairaja, Kabupaten Bengkalis, meminta bantuan Amril untuk mengamankan kelancaran operasional pabrik. Atas bantuan Amril, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Amril dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 (lima rupiah) per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik.

Uang diberikan ke Amril secara tunai melalui Kasmarni di rumah kediaman Amril setiap bulan sejak awal 2014. Setelah Amril dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada Februari 2016, Adyanto meneruskan pemberian uang kepada Amril. Untuk penerimaan suap, JPU mendakwa Amril Mukminin dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Untuk penerimaan gratifikasi, Amril didakwa dengan Pasal 12B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Atas dakwaan JPU, Amril Mukminin mengaku mengerti dan sudah mendengarkan. Amril mengungkapkan, isi dakwaan yang disusun dan telah dibacakan JPU tidak sesuai dengan fakta yang ada. Karenanya Amril mengaku keberatan. Di sisi lain, Amril meminta ke majelis hakim agar penahanannya dipindah dari Rutan Cabang KPK di Jakarta ke Pekanbaru, Provinsi Riau. Alasan pemindahan lokasi penahanan ke Riau karena tidak ada satu pun keluarga Amril di Jakarta.

“Saya selaku terdakwa, saya akan mengatakan benar apabila itu sesuai fakta dan kenyataan. Dan apabila tidak sesuai fakta yang sebenarnya, saya keberatan dengan dakwaan,” kata Amril. (SN/ Lbr)

banner 336x280