MK Gelar Sidang Pengujian Perppu 1/2020 Tangal 28 April 2020

banner 468x60

JAKARTA, lintasbarometer.com

banner 336x280

MAHKAMAH Konstitusi (MK) akan menggelar sidang permohonan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 (Perppu 1/2020) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Korona Virus Disease 19 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan persidangan akan digelar pada Selasa (28/4) 2020, pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Disampaikannya bahwa sidang pendahuluan pengujian Perppu tersebut, akan mengacu pada ketentuan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mencakup penjarakan fisik (physical distancing) dengan mengikuti protokol kesehatan yang melibatkan Satgas Covid-19 MK.

“Para Pemohon dibatasi kehadirannya paling banyak tiga orang di ruang sidang, yang dapat meliputi Pemohon prinsipal dan kuasa hukum,” ujar Fajar seperti dikutip dari siaran resmi MK pada Sabtu (25/4)/2020)

Sebelum memasuki ruang sidang, imbuhnya, Majelis Hakim Konstitusi maupun pemohon akan diperiksa suhu tubuh mereka, kemudian mengenakan masker dan sarung tangan, disiapkan cairan pembersih tangan (hand sanitizer), dan lainnya.

Pemohon atau kuasa hukum lainnya yang hendak mengikuti persidangan, ujar Fajar, akan menyaksikan persidangan di dalam ruangan di Gedung MK II atau gedung bekas Kementerian Perekonomian yang dilengkapi fasilitas layar monitor untuk dapat berinteraksi langsung dengan Majelis Hakim di dalam ruang sidang.

“Tentu saja, semuanya disesuaikan dengan kaidah hukum acara MK,” imbuhnya.

Seperti yang telah diberitakan, MK telah menerima dua permohonan uji konstitusionalitas Perppu 1/2020. Pertama, permohonan yang diajukan oleh sejumlah Pemohon perseorangan, di antaranya Din Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono, dan lain-lain yang teregistrasi dengan Nomor 23/PUU-XVIII/2020.

Permohonan kedua dengan Nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan oleh sejumlah organisasi masyarakat, yakni Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA). Pada Senin (20/4/2020), MK menerima permohonan baru terkait pengujian Perppu 1/2020 yang dimohonkan oleh Damai Hari Lubis yang langsung diregistrasi dengan Nomor 25/PUU-XVIII/2020.

Di sisi lain, dalam menghadapi pandemi Coronavirus Diseases 2019 (Covid-19), pemerintah menetapkan Perppu pada 31 Maret 2020. Perppu tersebut diterbitkan dengan dasar adanya implikasi pandemi Covid-19 yang berdampak buruk terhadap sistem keuangan negara. Hal itu dilihat berdasarkan penurunan berbagai aktivitas domestik sehingga Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melakukan tindakan antisipasi dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan dengan menerbitkan Perppu 1/2020.

Akan tetapi, tindakan Pemerintah tersebut dipertanyakan secara konstitusionalitas oleh sejumlah masyarakat. Oleh karena itu, beberapa pihak mengajukan peninjauan kembali (judicial review) atas Perppu 1/2020 ke MK. Para pemohon menilai Pasal 27 Perppu 1/2020 berpotensi menjadikan pejabat atau penguasa seperti KKSK kebal hukum. Pasal itu menyebut KSSK ataupun pejabat pelaksana Perppu tersebut tidak dapat dituntut baik secara pidana dan perdata.

Selain kewenangan yang dinilai kebal hukum, Pasal 27 Perppu 1/2020 juga dianggap berpotensi memunculkan korupsi dengan adanya Pasal 27 ayat (1) terutama frasa “bukan merupakan kerugian negara”. Tak hanya itu, pasal tersebut juga dinilai tidak memiliki urgensi dan alasan hukum yang kuat apalagi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur keuangan negara dalam kondisi tidak normal atau darurat sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5).

Mengutip berkas pekara pengujian Perppu tersebut, para pemohon juga mendalilkan bahwa Perppu 1/2020 tidak memenuhi tiga syarat “kegentingan memaksa” sebagai parameter perlunya Presiden menerbitkan sebuah Perppu berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Tiga syarat tersebut, yakni adanya keadaan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang; undang-undang yang dibutukan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum.

Menurut Pemohon, Perppu 1/2020 membahas mengenai masalah keuangan dan anggaran negara sementara anggaran negara sudah ditetapkan dalam APBN. Kemudian alasan pandemi Covid-19 yang menjadi alasan kekosongan hukum juga tidak terpenuhi. (Jas/MI)

banner 336x280